TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti ekonomi lingkungan sekaligus pendiri Think Policy, Andhyta Firselly Utami, mengatakan salah satu tantangan terbesar dalam transisi untuk mewujudkan emisi nol karbon adalah pendanaan.
“Biaya yang diperlukan untuk melakukan proses transisi tersebut sangat besar, dan selama ini masih dianggap terpisah atau eksternalitas dari proses produksi dan konsumsi,” ujar Andhyta di Sate Senayan Pakubowono, Selasa, 7 November 2023.
Pakar yang akrab disapa Afu itu mengatakan, pembiayaan berkelanjutan adalah tentang memberdayakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Sebagai contoh, kata Afu, di negara berkembang Asia, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan investasi tahunan dibutuhkan sebesar US$ 1,7 triliun untuk infrastruktur transmisi tersebut hingga tahun 2030. Menurutnya, pengeluaran ini harus dibiayai sehingga pendanaan lain seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak akan teralihkan.
“Inilah alasan mengapa sektor jasa keuangan memainkan peran penting dan bank-bank dapat mendukung transisi ini dengan pembiayaan,” ucap peneliti itu.
Untuk pasar seperti di Asia, di mana lebih dari 50 persen energinya menggunakan bahan baku batu bara, Afu menekankan bahwa penting untuk dipastikan bahwa transisi tersebut adil dan inklusif.
Menurut Afu, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam pembiayaan berkelanjutan di Asia Tenggara.
Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang pembiayaan berkelanjutan dan peran perbankan, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menjaga lingkungan, dan mempromosikan kesejahteraan sosial. “Dengan komitmen terhadap transisi nir-emisi, Indonesia bisa menjadi contoh positif dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim."
Lebih lanjut, Afu mengatakan dengan komitmen yang tepat, dunia memiliki potensi untuk mengejar target pendanaan iklim yang telah ditetapkan, termasuk komitmen US$ 100 miliar per tahun untuk pendanaan iklim yang diberikan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang.
Dia mencatat bahwa meskipun terdapat perbedaan pendapat dan kesulitan terkait pendanaan iklim, dia memperkirakan target tersebut dapat diatasi dalam jangka menengah asalkan pemimpin dunia lebih serius menangani isu ini.
Pilihan Editor: Bicara Kendaraan Listrik untuk Kurangi Emisi, Kemenko Marves: PLTU Jumlahnya Sedikit, tapi Knalpot ada 150 Juta