TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menanggapi laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,94 persen Year on Year (YoY) pada triwulan ketiga 2023.
Angka tersebut turun bila dibandingkan pertumbuhan ekonomi yoy tahun 2022 sebesar 5,73 persen. Menurut Shinta, kinerja usaha di berbagai sektor dapat dikatakan stabil meskipun dalam tiga bulan terakhir merasakan adanya perlambatan ekspansi konsumsi.
"Atau stagnasi pertumbuhan konsumsi di pasar domestik yang kemungkinan besar disebabkan oleh inflasi barang kebutuhan pokok seperti bahan bakar minyak (BBM), beras, dan lain-lain," ujar Shinta saat dihubungi pada Senin, 6 November 2023.
Selain itu, kata dia, pelemahan nilai tukar juga berimbas pada kenaikan harga produk manufaktur di pasar. Ditambah lagi kenaikan suku bunga pinjaman dan uncertainty yang meningkat seiring dengam mendekatnya periode pemilihan umum (pemilu) di mana secara historis pasar kerap menahan diri terhadap konsumsi produk yang dianggap barang modal seperti otomotif atau real estate.
Kondisi perlambatan pertumbuhan kinerja ini pun terlihat dari parameter indeks penjualan ritel yang meskipun masih tumbuh positif hingga September 2023 tapi hanya sekitar 1,9 persen. Shinta juga menyitir data penjualan produk otomotif yang menunjukkan hal yang sama di mana sejak Agustus 2023 pertumbuhannya tidak setinggi periode Mei-Juli 2023 untuk kategori kendaraan pribadi.
“Secara keseluruhan kinerja usaha masih cukup baik, tetapi secara komparatif bila dibandingkan pertengahan tahun, memang terlihat ada sedikit perlambatan pertumbuhan konsumsi,” tutur Shinta.
Namun, menurut dia, kondisi ini dianggap wajar, karena merupakan konsekuensi logis dari peningkatan ketidakpastian iklim usaha atau investasi baik di dalam maupun luar negeri. “Yang mempengaruhi investasi, kecepatan pertumbuhan lapangan kerja di sektor firmal, dan daya beli masyarakat secara umum,” ucap Shinta.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adaninggar Widyasanti mengatakan daya beli masyarakat masih stabil. Hal itu pula yang turut mendorong ekonomi Indonesia tumbuh 4,94 persen YoY pada triwulan ketiga 2023.
"Daya beli masyarakat terlihat stabil, diindikasikan inflasi yang terkendali," kata Amalia dalam konferensi pers, kemarin.
Selain itu, kata dia, indeks penjualan eceran riil juga tumbuh 1,25 persen yoy per September 2023. Sedangkan penjualan sepeda motor tumbuh 11,28 YoY; nilai transaksi uang elektronik tumbuh 6,91 persen YoY; dan nilai transaksi kartu kredit tumbuh 25,775 persen YoY. "Terlihat juga masih tumbuh cukup tinggi kredit KPR dan KPA, yakni 12,30 persen YoY,” kata Amalia.
Selain dukungan daya beli masyarakat, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi didorong respons kebijakan pemerintah. Sebagai informasi, belanja modal pemerintah pada triwulan ketiga 2023 tumbuh 32,37 persen. "Dan di sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia mempertahankan tingkat suku bunga acuan sebesar 5,75 persen di triwulan ketiga tahun ini," ujar Amalia.
Adapun pada triwulan ketiga 2023, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,94 persen secara YoY dan tumbuh 1,60 persen secara Quartal to Quartal (QtQ). Sehingga, secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,05 persen.
Amalia menuturkan pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga 2023 lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pola yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga selalu lebih rendah dibanding triwulan kedua, kecuali pada 2020 atau ketika pandemi Covid-19.
"Namun dengan capaian pertumbuhan 4,94 persen YoY pada triwulan ketiga tahun ini, ekonomi Indonesia terjaga solid dan tumbuh positif," kata Amalia.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Ekonomi Indonesia Tumbuh di Bawah 5 Persen di Kuartal III 2023, LPEM UI: Cukup Logis, karena...