TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Jahen F. Resky mengatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2023 di bawah 5 persen (4,94 persen) masih cukup logis. Alasannya, karena adanya tekanan global yang tercermin dari kinerja perdagangan Indonesia yang melambat.
Selain itu, kata Jahen, belanja pemerintah juga sepertinya belum digenjot secara maksimal. Ini juga merupakan faktor musiman, di mana pada triwulan ketiga tiap tahun biasanya akan lebih lambat dari triwulan sebelumnya. "Saya rasa gejolak ekonomi dunia cukup memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi nasional," ujar dia saat dihubungi pada Senin, 6 November 2023.
Saat ini, pemerintah perlu meningkatkan realisasi pengeluaran. Selain itu juga harus bisa meningkatkan realisasi investasi dan juga kinerja ekspor. Sebagai tambahan untuk bisa tumbuh lebih tinggi, maka kontribusi dari sektor manufaktur juga harus bisa digenjot, karena kalau tidak akan sulit untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi.
Namun, dia memprediksi bahwa pertumbuhan di akhir tahun 5 persenan untuk di tahun 2023. "Tapi memang tipis ke lower bound," ucap Jahen.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adaninggar Widyasanti mengatakan daya beli masyarakat masih stabil. Hal itu pula yang turut mendorong ekonomi Indonesia tumbuh 4,94 persen year on year (YoY) pada triwulan ketiga 2023.
"Daya beli masyarakat terlihat stabil, diindikasikan inflasi yang terkendali," kata Amalia dalam konferensi pers, kemarin.
Selanjutnya: Selain itu, kata dia, indeks penjualan eceran riil....