TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah harus berhati-hati jika ingin melanjutkan proyek Kereta Cepat Whoosh ke Surabaya dengan kembali menggandeng Cina. Adapun kelanjutan proyek hampir pasti kembali menggandeng Cina, di mana saat ini kedua negara sudah mulai melakukan studi bersama.
“Sebaiknya harus hati-hati, setidaknya ada empat alasan,” ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Rabu, 1 November 2023.
Alasan pertama, kata dia, Indonesia bakal semakin tergantung pada utang dengan Cina, khususnya dalam pembangunan infrastruktur. Kondisi ini bisa menciptakan debt trap atau jebakan utang.
Kedua, masih banyak infrastruktur yang mendesak dibangun selain kereta cepat. Ia menyebutkan, selama ini pelaku usaha lebih membutuhkan kawasan industri yang berdaya saing dan penurunan biaya logistik. “Sementara masyarakat butuh percepatan infrastruktur di tingkat desa dan pertanian,” ucap Bhima.
Selanjutnya ketiga, bunga pinjaman kereta cepat tidak bisa dibilang murah. Hanya untuk cost overrun Kereta Cepat Jakarta-Bandung saja bunganya di atas 3 persen, atau jauh lebih tinggi ketimbang proyek mass rapid transit atau MRT Jakarta dari pinjaman Jepang dengan bunga 0,1 persen.
“Itu artinya proyek kereta cepat secara keuangan sangat mahal,” tutur Bhima.
Lalu alasan keempat, beban Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi pelaksana proyek bakal kian sangat berat. Beban ini dirasakan bahkan perusahaan yang semula kondisinya sehat, tapi jika harus menanggung operasional dan pembayaran pokok plus bunga yang tinggi, bisa jadi masalah. “Ada risiko kontijensi juga ke anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) nantinya,” kata Bhima.
Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko memastikan untuk kelanjutan proyek itu sudah mulai melakukan kesepatan dengan pihak Cina untuk memulai joint study. “Tapi butuh waktu, lah. Kita sedang melakukan joint study dengan pihak Cina, untuk kita lihat feasibility maupun cost project secara keseluruhan,” ujar Tiko di Kantor InJourney, Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu lalu.
Dia juga menjelaskan dipilihnya kembali Cina sebagai mitra untuk kelanjutan proyek tersebut. Menurut Tiko, karena Negeri Tirai Bambu itu sudah membangun memiliki pengalaman dalam mebangun Kereta Cepat Jakarta-Bandung. “Tentunya secara komersial pihak Cina juga harus melihat apakah feasible atau tidak. Dan berapa project cost-nya, kan,” tutur dia.
Namun, kata dia, kerja sama tersebut belum membicarakan mengenai perusahaan apa saja yang bakal terlibat. “Kita (baru) bicara dengan NDRC (National Defense Research Committee dari Cina). Dengan pemerintah Cina-nya,” ucap Tiko. NDRC merupakan Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional asal Cina.
Soal skema pembiayaannya, Tiko menjelaskan, masih belum mengetahuinya dan baru akan dibahas. “Lagi proses, kan nanti setelah studinya keluar,” katanya. Mengenai kapan proyek akan dieksekusi juga Tiko belum bisa menjelaskan detail. “Saya belum bisa jawab, karena baru mulai studinya.”
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR
Pilihan Editor: Kereta Cepat Whoosh Lanjut ke Surabaya, Begini Hitungan Untung Ruginya