TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah resmi memberikan insentif berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah baru di bawah Rp 2 miliar dan bantuan administrasi sebesar Rp 4 juta untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mulai November 2023. Apakah kebijakan ini bisa mengatasi kesenjangan jumlah rumah terbangun dengan yang dibutuhkan masyarakat alias backlog?
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia atau Ketum DPP REI Joko Suranto menyebut, backlog pada 2010 adalah sebesar 13,5 juta dan pada 2020 masih 12,7 juta. Menurut dia, belum ada angka signifikan atas penurunan backlog.
Joko mengakui, insentif yang diberikan pemerintah baru pada posisi mendorong gairah dan penjualan untuk menggerakkan industri properti.
"Enggak mungkin lah akan sampai ke sana (mengurangi backlog)," kata Joko saat dihubungi Tempo pada Senin, 30 Oktober 2023.
Joko menjelaskan, ada 131 ribu unit rumah komersial. Dari jumlah tersebut, 85 persen harganya di bawah Rp 2 miliar.
Adapun dari 85 persen tersebut, 40 persennya memiliki harga di bawah Rp 400 juta. Oleh sebab itu, kata dia, REI mengusulkan PPN DTP diberikan kepada rumah di bawah Rp 400 juta.
"Kami sudah punya hitungan yang Rp 400 juta ke bawah. Kapitalisasinya Rp 9,35 triliun, kemudian PPN yang ditanggung pemerintah adalah Rp 1,03 triliun. Nah, output ekonomi dari PPN DTP itu Rp 1,79 triliun," tutur Joko.
Lebih jauh, Joko menyebut efektivitas kebijakan bebas PPN untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar ini tergantung ketentuan di dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK-nya. Menurut dia, kebijakan ini harus longgar dan tidak bisa disamakan dengan industri lainnya.
Ihwalnya, properti membutuhkan waktu dan tukang untuk pembangunannya. Pembangunannya juga terkendala cuaca yang membuat pengerjaan semakin lama.
"Nah, bayangkan kalau hanya sampai Juni (2024) PPN DTP-nya 100 persen, ketika orang beli pada posisi bulan April atau Mei kan takut juga bisa mendapatkan itu (insentif) enggak ya?" tutur Joko.
Di sisi lain, Joko menyebut kriteria orang membeli rumah MBR adalah yang mempunyai pendapatan sebesar Rp 8 juta. Dia pun mempertanyakan, bagaimana dengan orang berpenghasilan misalnya Rp 8.100.000.
"Padahal memang sama-sama berhak. Namun karena ada batasan begitu, maka itu tidak bisa terjadi," tutur Joko.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan membebaskan pajak pertambahan nilai untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar mulai November 2023 hingga Juni 2024.
Setelah Juni tahun depan, pemerintah akan menanggung 50 persen PPN rumah di bawah Rp 2 miliar. Selain itu, lanjut Airlangga, pemerintah juga akan membantu biaya administratif sebesar Rp4 juta untuk pembelian rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga 2024.
Dia menuturkan, kedua insentif tersebut diharapkan bisa mendorong pertumbuhan sektor perumahan yang mengalami kontraksi hingga 0,67 persen. Padahal, sektor perumahan dan konstruksi bisa memberikan efek pengganda bagi subsektor ekonomi lainnya.
Kedua sektor ini juga memberikan kontribusi ke produk domestik bruto hingga 14-16 persen pada 2023, menyediakan lapangan kerja hingga 13,8 juta orang, dan berkontribusi terhadap pajak sebesar 9,3 persen dan pendapatan asli daerah (PAD) senilai 31,9 persen.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA
Pilihan Editor: Ekonom Ingatkan Anies, Ganjar, dan Prabowo: Melanjutkan IKN, Beban Berat APBN