TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono menilai Kementerian Pertanian perlu mengevaluasi kebijakan soal ketahanan pangan, terutama isu swasembada beras. Sebab sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar, Yusuf menilai Indonesia rentan mengalami krisis pangan.
"Krisis pangan 2008 harusnya menjadi pelajaran, namun hingga kini kondisi kita tidak banyak berubah," ucap Yusuf kepada Tempo, Rabu, 25 Oktober 2023. "Impor pangan kita dalam jumlah yang sangat signifikan jelas menandakan bahwa ketahanan pangan kita lemah."
Ia menilai ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan masih sangat tinggi. Dan proyeksi impor beras 3,5 juta ton tahun ini akan menjadi yang tertinggi pasca krisis 1997. Angka ini juga melampaui impor beras 2,25 juta ton pada 2018. Menurut dia, hal ini menjadi ironis karena baru pada 2022 lalu Indonesia menerima penghargaan internasional karena dipandang mampu swasembada beras periode 2019-2021.
Indonesia hingga kini belum mampu swasembada beras. Dan di masa el-nino saat ini, tuturnya, kegagalan tersebut harus dibayar mahal dengan lemahnya ketahanan pangan Indonesia. Selama tidak mampu swasembada beras, menurutnya, Indonesia akan terus terekspos dengan risiko impor beras.
Sebagai salah satu negara importir pangan terbesar di dunia, Yusuf mengatakan Indonesia tak terhindarkan akan selalu terekspose dengan resiko politik proteksionisme pangan global. Selain itu, panyak pihak yang telah lama mengingatkan bahwa bergantung pada pasar pangan global memunculkan kerentanan tinggi pada ketahanan pangan kita.
Ia menekankan kerentanan terbesar datang dari ketidakpastian pasokan dan harga pangan internasional. Indonesia sudah pernah mengalaminya pada saat krisis harga pangan global 2008. Saat itu terutama harga beras di pasar internasional melonjak tinggi akibat gagal panen, spekulasi di pasar komoditas. dan politik pangan negara eksportir beras.
Yusuf menjelaskan pasar beras internasional memiliki volume yang kecil, yakni hanya sekitar 5-7 persen dari produksi dunia. Sehingga sedikit guncangan di permintaan atau penawaran akan membuat harga melonjak. Terlebih pasar beras internasional ini didominasi hanya oleh segelintir negara eksportir seperti Thailand, India, Vietnam dan Pakistan.
Kerentanan impor pangan menjadi lebih buruk karena ketergantungan yang tinggi pada beberapa negara sumber impor saja. Pada 2022, Indonesia mengimpor 429 ribu ton beras, dimana 99 persen impor hanya berasal dari hanya 4 negara saja yaitu India sebesar 41,6 persen, Thailand 18,7 persen, Vietnam 19,1 persen dan Pakistan 19,7 persen.
Pilihan Editor: SPI: Angka Kelaparan Indonesia Tertinggi di ASEAN