TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Menteri Keuangan Belanda Sigrid Kaag mempimpin pertemuan antar Menteri Keuangan dunia yang tergabung dalam Coalition of Finance Ministers for Climate Action (Coalition). Sebagai co-chair Coalition, Sri Mulyani mengatakan pertemuan Coalition tingkat Menteri ke-10 ini diarahkan untuk memperkuat komitmen dalam menangani krisis iklim global.
Menurut Sri Mulyani, beberapa fenomena krisis iklim yang mengancam telah terjadi sepanjang tahun 2023. Mulai dari terjadinya global boiling pada Juli 2023 di mana suhu bumi tercatat sebagai yang terpanas sepanjang sejarah. Serta kenaikan suhu permukaan laut rata-rata global hingga 0,51 derajat celcius lebih tinggi dari rata-rata tahun 1991-2020.
“Situasi yang semakin mengancam juga disertai dengan fenomena El Nino di tahun 2023. Risiko kemarau panjang dapat meningkatkan potensi bencana kebakaran hutan dan lahan, kekeringan air, dan mengganggu ketahanan pangan,” ujar Sri Mulyani lewat keterangan tertulis pada Kamis, 12 Oktober 2023.
Sebagai co-chair Coalition, Sri Mulyani dan Sigrid mengajak para Menteri Keuangan negara lain yang menjadi anggota Coalition untuk mempertegas komitmennya dalam aksi perubahan iklim. Salah satu inisiatif yang didorong adalah Climate Action Statement dari setiap negara.
Pernyataan aksi iklim adalah komitmen berupa kebijakan yang akan dilakukan dalam mendukung upaya penanganan perubahan iklim di tahun 2024 dan tahun-tahun berikutnya. “Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menyampaikan komitmen tersebut,” ucap dia.
Bendahara negara tersebut juga menjelaskan bahwa kepemimpinan Indonesia dalam mendorong ekosistem keuangan hijau dibuktikan melalui beberapa kebijakan dan mekanisme. Contohnya seperti Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform sebagai bentuk blended finance menuju transisi energi bersih di Indonesia, lalu SDG Indonesia One yang juga platform blended finance untuk pembiayaan proyek SDGs termasuk aksi iklim.
Kemudian ada Taksonomi Hijau, instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK), mekanisme belanja perubahan iklim dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah (APBN/ APBD), ESG manual untuk KPBU, dan pembiayaan inovatif melalui sovereign Green Sukuk, Blue Bond, dan SDG Bond. Sebagai ASEAN Chairman 2023, Indonesia juga telah menghasilkan ASEAN Green Taxonomy versi 2 yang memasukkan penghentian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai jenis investasi hijau.
“Saat ini, berbagai komitmen internasional termasuk dari Climate Investment Fund (CIF) sebesar US$ 500 juta dan dari Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar US$ 20 miliar perlu untuk terus dioptimalkan perannya,” tutur Sri Mulyani.
Dalam pertemuan itu juga disgekar sesi diskusi antar menteri terkait Greening the Financial System. Sri Mulyani mengajak para Menteri Keuangan anggota Coalition untuk berkolaborasi, bertukar pengetahuan, pengalaman, dan praktik baik dalam mengembangkan sistem keuangan hijau di negara masing-masing.
Di akhir sesi, Sri Mulyani menutup pertemuan dengan mengatakan tantangan dan risiko perubahan iklim ke depan yang begitu besar dan mengancam harus ditangani melalui upaya kolektif antar negara. “Melalui transformasi kebijakan ekonomi dan keuangan dunia yang lebih hijau,” kata dia.
Kemitraan antar negara di dalam Coalition, kata Sri Mulyani, harus progresif, konkret, dan berdampak kepada kemajuan transformasi kebijakan ekonomi dan keuangan global ke depan. Pertemuan tingkat Menteri di Coalition akan kembali dilakukan pada Conference of the Parties UNFCCC ke-28 (COP 28) di Dubai pada Desember mendatang dengan komitmen yang lebih tinggi.
Pilihan Editor: Jokowi Perketat Impor untuk Melindungi UMKM, Sri Mulyani Berlakukan Aturan Baru 17 Oktober