TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia alias BEI mengungkapkan penyebab sepinya bursa karbon (IDXCarbon) yang baru diluncurkan. Bursa Karbon diketahui belum mencatatkan transaksi lagi setelah peluncuran.
"Nature dari Bursa Karbon memang tidak se-likuid Bursa Saham, dan saat ini memang belum banyak pengguna jasa yang berpartisipasi di Bursa Karbon," kata Direktur Pengembangn BEI Jeffrey Hendrik pada Tempo lewat pesan tertulis, Ahad, 1 Oktober 2023.
Oleh sebab itu, IDXCarbon akan terus melakukan sosialisasi dan mengajak lebih banyak pihak berpartisipasi dalam Bursa Karbon. Jeffrey berharap, hal ini bisa meningkatkan jumlah pengguna jasa, baik dari sisi penjual maupun pembeli.
"Maka, Bursa Karbon kita akan semakin likuid," ujar Jeffrey.
Lebih jauh, dia tidak menjawab secara gamblang soal proyeksi kapan transaksi di Bursa Karbon mulai ramai. Dia hanya menjawab, bursa akan fokus dalam menyiapkan infrastruktur perdagangan dan pengawasan, serta melakukan sosialisasi kepada calon pengguna jasa.
Bursa Karbon diluncurkan pada Selasa, 26 September 2023 oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pada perdagangan perdana itu, BEI mencatat total perdagangan sebanyak 459.953 ton CO2 (unit karbon), dengan 27 transaksi. Perdagangan unit karbon di pasar reguler dibuka Rp 69.600 dan ditutup pada harga Rp 77.000.
Pada Rabu keesokan harinya, tidak ada transaksi perdagangan unit karbon. Harga unit karbon di pasar reguler tidak mengalami perubahan atau tetap di Rp 77.000 per unit karbon. Jumlah pengguna jasa juga tetap sebanyak 16.
Pada Kamis, 28 September 2023 juga tidak ada transaksi. Begitu pula pada Jumat, 29 September 2023. Menurut catatan Bursa Efek Indonesia, pada Jumat kemarin harga tetap di Rp 77.000 per unit karbon. Meski tak ada transaksi, jumlah pengguna jasa bertambah menjadi 17.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA
Pilihan Editor: Syahrul Yasin Limpo Terjerat Kasus Korupsi, Ini Profil dan Perjalanan Karirnya