TEMPO.CO, Lumajang - Potensi pendapatan petani Lumajang diperkirakan hilang sebesar Rp 78 miliar dalam dua tahun terakhir ini. Potensi kehilangan itu baru dihitung dari ratusan hektare sawah yang gagal menanam padi di tiga desa dan kelurahan di Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
TEMPO menghimpun data dari sejumlah petani dan kelompok tani di tiga desa dan kelurahan yakni Desa Boreng, Blukon dan Kelurahan Rogotrunan. Ratusan sawah di tiga wilayah ini selama tiga tahun terakhir ini tidak mendapatkan pasokan air dari Daerah Irigasi Boreng yang berhulu di Dam Gambiran pasca dam Gambiran jebol diterbang air bah yang berupa lahar hujan.
Informasi yang diperoleh TEMPO menyebutkan Dam Gambiran menjadi kewenangan Kabupaten Lumajang dengan irigasinya bernama DI Boreng. Dam Boreng layanan irigasi kurang lebih 270 hektare menjadi kewenangan kabupaten.
Sementara bendung kewenangan provinsi berada di Desa Sentul (Dam Jurangdawir) dan di Desa Mojosari (Dam Brugpurwo). Sesuai baku sawah, pelayanannya lebih 1.000 hektare.
Data yang diperoleh TEMPO dari Kelompok Tani setempat menyebutkan dari sekitar 350 hektare sawah di tiga desa dan kelurahan itu yang mengandalkan pasokan air dari DI Boreng, hanya kurang lebih 10 persen saja yang menanami lahannya dengan padi. Sebagian besar lahan itu ditanami tanaman non padi.
"Padahal sebelumnya hampir seluruhnya ditanami padi," kata Lutfi, salah satu tokoh petani di Kelurahan Rogotrunan.
Setiap tahun sebagian besar petani panen sampai tiga kali. Artinya luas tanam bisa mencapai tiga kali luas lahan. Jika luas lahan 350 hektare, berarti luas tanam 1.050 hektare. Jika rata-rata setiap kali panen menghasilkan 5 ton gabah kering dan harga gabah kering rata-rata Rp 5 Ribu per Kilogram, maka potensi pendapatan petani yang hilang bisa sampai Rp 78 Miliar.
"Padahal ketika musim kemarau, harga gabah kering bisa mencapai Rp 7 ribu per Kilogram," katanya.