Namun perlindungan HAM harus tetap menjadi bagian integral dari dimensi pengaturan dalam memaknai wewenang untuk mengatur. Pasalnya, terdapat interseksi antara rezim hukum investasi internasional dengan rezim HAM.
Artinya, paradigma HAM yang mewajibkan negara untuk melindungi dan memajukan HAM menjadi limitasi hukum untuk mengatur investasi, termasuk investasi asing. Bahkan Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Bisnis dan HAM, John Ruggie, menyoroti dan menekankan bahwa investasi merupakan salah satu domain kebijakan utama untuk perlindungan HAM.
Adapun relokasi penduduk Pulau Rempang ini merupakan realisasi dari pengembangan kawasan dan investasi di Pulau Rempang. Pengembangan kawasan ini telah dimulai sejak diluncurkannya Rempang Eco-City pada April 2023 lalu.
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) telah menyerahkan Surat Keputusan (SK) kepada PT Makmur Elok Graha (MEG) sebagai pengelola pengembangan Rempang Eco-City. Bahkan, BP Batam telah melakukan pendataan jumlah penduduk dan aset pemerintah, yang direncanakan akan direlokasi ke Pulau Galang, dengan luas lahan 199 hektare.
Pemerintah pun telah menetapkan Rempang Eco City sebagai salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2023. Pembangunan kawasan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7/2023, yang baru disahkan pada 28 Agustus 2023.
Proyek Rempang Eco City merupakan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi, yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia. Xinyi Group, perusahaan asal Cina, juga berencana membangun fasilitas hilirisasi pasir kuarsa atau pasir silika di kawasan Pulau Rempang. Nilai investasi Xinyi Group di Indonesia mencapai Rp 381 triliun, yang dilakukan secara bertahap hingga tahun 2080.
Pilihan Editor: Jawaban Ganjar Saat Dicecar soal Konflik Agraria dan Rempang oleh Dosen UI