TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai pemerintah terlalu ambisius mengejar angka dalam target realisasi investasi. Akibatnya, tak jarang investasi yang digarap justru menabrak hak-hak dasar warga. Hal ini pula yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
"Kasus Rempang Eco City adalah contoh nyata bagaimana ambisi investasi dapat menabrak hak sosial warga negara," kata Achmad kepada Tempo, Senin, 18 September 2023.
Menurut Achmad, Rempang Eco City yang digadang-gadang akan menjadi simbol kemajuan ekonomi justru menjadi simbol pelanggaran hak tersebut. "Relokasi paksa menujukkan bagaimana pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan investor ketimbang warganya sendiri," ujarnya.
Achmad juga mengatakan gejolak yang terjadi di Pulau Rempang bukanlah perkara sepele. Gejolak terjadi lantaran warga tidak puas dengan kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan.
"Melanjutkan proyek di tengah gejolak seperti ini bukan hanya akan memicu konflik lebih lanjut, tetapi dapat mengancam stabilitas sosial di wilayah tersebut," kata dia.
Ihwal investasi, pemerintah tahun ini menargetkan realisasi senilai Rp 1.400 triliun. Target sebesar itu, menurut Achmad, memang mengesankan. Namun, dia memberi catatan bahwa investasi yang didasarkan pada pengorbananan hak-hak warga negara bukan investasi yang berkelanjutan.
"Pemerintah seharusnya tidak mengorbankann kesejahteraan rakyat demi angka yang mungkin bersifat sementara," tutur Achmad. Ia menuturukan, dalam konteks pembangunan nasional, pemerintah mestinya memprioritaskan kesejahteraan dan hak-hak warga negara. "Investasi itu penting, tapi tidak seharusnya diperoleh dengan mengorbankan hak-hak dasar warga negara."
"Tetap kami memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah turun-temurun di sana," kata Bahlil.
Selanjutnya: Rempang Eco City merupakan proyek pengembangan...