“Ada puluhan ribu jiwa di delapan kecamatan yang menggantungkan hidup dari Gunung Rajabasa,” ujar Punggawa Hukum Masyarakat Adat Rajabasa, Yahudin Kayhar, Rabu, 29 Mei 2013.
Sementara itu, Kepala Pengawas Sekuriti PT Supreme Energy Heri Susanto mengatakan bahwa perusahaan telah mengantongi izin dari pemerintah pusat dan daerah. Menurut dia, perusahaan hanya mengelola seluas 20 hektare dari total 70 hektar hutan lindung di areal proyek.
Dia menegaskan, tidak akan ada penebangan pohon yang ada di hutan. “Kami menjamin kelestarian hutan. Kami sudah melakukan sosialisasi seluruh tahapan kepada masyarakat dengan melibatkan pemerintah setempat,” kata Heri.
9. Waduk Blega
Ratusan warga Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur unjuk rasa di jalan akses menuju Jembatan Suramadu pada Kamis, 13 Februari 2014. Mereka menolak rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan yang ingin membangun waduk.
“Membangun waduk sama dengan perang buat kami,” kata koordinator aksi, Machrus Ali, Kamis, 13 Februari 2014.
Menurut Machrus, pembangunan waduk itu lebih banyak menghasilkan mudarat daripada manfaatnya. Jika pembangunan diteruskan, kata dia, maka banyak warga yang akan kehilangan rumah dan tanah leluhurnya. Puluhan madrasah, sekolah, masjid, dan musala pun akan ikut digusur. “Tempat pemakaman umum pun akan digusur. Kami dengan tegas menolak waduk sampai kapan pun,” ucapnya.
Hingga 2023, proyek waduk Blega belum terealisasi. Mengutip situs Dinas Kominfo Jawa Timur, Jumat, 15 September 2023, Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jatim hanya melakukan normalisasi Sungai Blega di Bangkalan, Madura pada September 2021.
10. Proyek Geotermal di Flores
Tokoh masyarakat adat Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Yosef Erwin Rahmat menjadi perwakilan aksi penolakan salah satu proyek pemerintah, yaitu pembangkit geotermal pada Februari 2019 silam. Dia menuturkan bahwa perkampungan adat, mata air, lahan-lahan pertanian dan perkebunan, hutan, serta danau adalah kesatuan ruang hidup.
Namun, pengeboran proyek panas bumi di Wae Sano tetap dilaksanakan pada awal 2022. “Mudah-mudahan awal tahun depan sudah mulai drilling,” kata Direktur Utama (Dirut) PT Geo Dipa Energi (Persero) Riki Firmanda Ibrahim dalam keterangan resmi, pada Rabu, 29 September 2021.
MELYNDA DWI PUSPITA | TIM TEMPO
Pilihan editor: Konflik Pulau Rempang, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Izin Investasi dan Gelar Dialog Terbuka