TEMPO.CO, Jakarta - Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Amarta Karya (Persero) hampir selesai. Proses yang sudah berlangsung sekitar 245 hari ini sudah menuju proses akhir, yaitu pemungutan suara atau voting. Corporate Secretary PT Amarta Karya Brisben Rasyid mengatakan tahap itu diagendakan awal September ini.
Brisben menuturkan proposal perdamaian yang dibuat dan diajukan Amarta Karya sebagai debitur merupakan skema penyelesaian terbaik untuk menyelamatkan pengusaha dan perusahaan kecil.
"Namun sampai saat ini pembahasan dengan kreditur separatis belum mendapat kesepakatan," ujar Brisben melalui keterangan tertulis pada Kamis, 31 Agustus 2023. Walhasil, kewajiban pembayaran di muka kepada kreditur konkuren masih belum sesuai rencana debitur.
Pihaknya berahap proposal perdamaian PKPU Amarta Karya dapat disetujui para kreditur agar perseoran dapat melanjutkan restrukturisasi dan transformasinya. Dengan begitu, perseoran dapat memenuhi kewajiban dan menjadi solusi untuk penyelesaian terbaik bagi semua pihak. "Terutama untuk kreditur konkruen, khususnya skala UMKM," kata Brisben.
Diberitakan sebelumnya, agenda voting PKPU Amarta Karya mundur dari jadwal. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengagendakan voting proposal perdamaian pada Senin, 14 Agustus 2023. Namun diundur awal September lantaran adanya permohonan dari Kreditur Separatis untuk perpanjangan masa PKPU Amarta Karya.
Sebagai informasi, proposal perdamaian tersebut mengusulkan utang vendor akan dibayarkan 100 persen, dengan skema pembayaran di depan sampai dengan 35 persen. Adapun sisanya akan diselesaikan secara jangka panjang, di mana dana didapatkan dari aset-aset Amarta Karya yang tersedia.
RIRI RAHAYU | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: KPK Tetapkan Eks Direktur PT Amarta Karya Tersangka TPPU