TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menyoroti soal kesejahteraan petani di Indonesia. Ia mengungkapkan hampir sepertiga penduduk Tanah Air bergantung pada sektor pertanian. Karena itu, Aditya menilai menyejahterakan petani seharusnya menjadi salah satu prioritas Indonesia.
"Sudah waktunya kita memperbaiki kesejahteraaan petani dengan lebih efektif," ucap Aditya dalam keterangannya kepada Tempo, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Menurut dia, hingga saat ini program pemerintah dalam menyejahterakan petani masih jauh dari tercapai. Pasalnya, kebijakan yang ada didasarkan pada pengukuran tingkat kesejahteraan yang kurang tepat.
Adapun Nilai Tukar Petani (NTP) yang hingga kini digunakan sebagai tolak ukur utama kesejahteraan petani Indonesia. Ia menilai NTP kurang mencerminkan pendapatan riil dan tingkat kesejahteraan petani. Sebab, NTP tidak mengikutsertakan berbagai faktor seperti pekerjaan sampingan, aset pribadi, dan lainnya.
Dengan demikian, menurut Aditya diperlukan pemaknaan kesejahteraan yang lebih tepat. Dia menggarisbawahi kelemahan dalam penggunaan indikator kesejahteraan petani perlu diakhiri.
"NTP yang digunakan sekarang ini hanya membandingkan harga-harga, bukan pendapatan dan biaya hidup petani yang sebenarnya,” kata Aditya.
Penghitungan dengan NTP, tutur Aditya, belum sepenuhnya menggambarkan kesejahteraan petani. Musababnya, kenaikan maupun penurunan harga hasil pertanian mereka tidak serta merta berarti pengingkatan pendapatan petani.
Saat ini, upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan petani dipandu kebijakan yang berorientasi pada peningkatan produksi. Ditambah penyediaan bantuan sosial atau jaring pengaman, subsidi, dan bantuan berupa uang, bahan pokok, pendidikan maupun kesehatan.