TEMPO.CO, Cirebon - Tingginya harga gabah membuat penggilingan beras di Kabupaten Cirebon berhenti beroperasi. Para pemilik penggilingan beras kesulitan melanjutkan pekerjaannya karena modalnya yang terbatas, sementara harga gabah tinggi diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir tahun ini.
“Sudah hampir dua bulan ini penggilingan beras saya tidak lagi beroperasi,” tutur Wagi, 56, pemilik penggilingan di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Rabu, 23 Agustus 2023. Harga gabah yang tinggi menjadi penyebab Wagi memutuskan untuk menghentikan operasional penggilingan yang biasanya bisa menggiling hingga 50 ton gabah menjadi beras dalam sehari.
Wagi menjelaskan, saat menghentikan operasional penggilingannya, harga gabah sudah mencapai Rp 6.500 per kilogram. Sedangkan saat ini harga gabah yang baru dipanen sudah mencapai Rp 7 ribu per kilogram. “Kalau beli sudah di atas truk, harganya bisa Rp 7.200 perkilogram,” tutur Wagi.
Harga gabah saat ini sudah jauh di atas harga pembelian yang ditetapkan pemerintah. Karena memiliki modal terbatas, Wagi lalu memutuskan menghentikan sementara operasional penggilingannya.
Adapun harga pembelian pemerintah (HPP) harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan Rp 5.000 per kilogram dan GKP di tingkat penggilingan Rp 5.100 per kilogram. Sementara harga gabah kering giling atau GKG di tingkat penggilingan Rp 6.200 per kilogram dan GKG di gudang Bulog ditetapkan Rp 6.300 per kilogram. Sedangkan untuk beras HPP yang ditetapkan Rp 9.950 per kilogram.
Ketua HKTI Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, membenarkan saat ini petani tengah menikmati tingginya harga gabah. Bahkan Tasrip juga mengungkapkan bahwa harga gabah ini merupakan harga tertinggi dalam kurun waktu sepuluh tahun ini.
Tingginya harga gabah diprediksi juga akan terus terjadi terutama pada Oktober hingga Desember 2023 mendatang. “Ini sebagai dampak dari El Nino,” tuturnya.
Tingginya harga gabah menurut Tasrip juga dipengaruhi berkurangnya produktivitas gabah akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). “Biasanya bisa menghasilkan hingga 7 ton per hektare, kini hanya 6 ton gabah kering panen per hektare,” tutur Tasrip.
Pilihan Editor: 4 Daerah di Wonosobo Kekeringan Akibat El Nino dan Status Siaga Darurat di NTT, Wamentan: Masih Bisa Panen