TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) buka suara soal wacana kebijakan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah untuk mengatasi polusi udara Jakarta. Ketua Apindo Shinta Kamdani menilai kebijakan itu sebagai kebijakan reaktif yang bersifat temporer.
"Tidak sustainable maupun bisa tuntas menyelesaikan masalah polusi udara Jakarta," kata Shinta melalui pesan WhatsApp kepada Tempo pada Selasa, 15 Agustus 2023.
Shinta lantas membeberkan sejumlah alasan. Pertama, Shinta mengatakan, belum diketahui seberapa banyak polusi yang timbul akibat penggunaan kendaraan bermotor maupun dari sumber lain, seperti pembakaran sampah masyarakat, polusi dari kegiatan usaha, atau sumber lain seperti kemarau panjang.
Kedua, kata Shinta, aspek polusi dari penggunaan kendaraan bermotor pun masih perlu ditelisik lebih jauh. "Apakah betul kendaran-kendaraan yang ada di jalan saat ini sudah layak dari segi uji emisi," ujar Shinta.
Jika tidak layak, Shinta melanjutkan, maka perlu dibuat aturan soal emisi kendaraan dan ditingkatkan kedisiplinan kepatuhan di masyarakat.
Alasan lainnya, kata Shinta, tidak semua pekerja atau semua sektor bisa menerapkan WFH. Ada sejumlah sektor yang ketika menerapkan WFH maka berdampak pada penurunan efektivitas.
Shinta menuturkan, pekerja-pekerja pabrik atau pekerja di pasar atau sektor ritel konvensional misalnya perlu ada di lokasi usaha alias business premise untuk menciptakan produktivitas. "Pekerja-pekerja seperti ini tidak memiliki produktivitas kalau WFH atau bila dipaksakan akan memiliki efek yg sama bagi mereka dengan PHK (pemutusan hubungan kerja)," tutur Shinta.
Pihaknya pun menyarankan agar pemerintah lebih dulu membuat kajian sumber polusi serta rancangan regulasi secara komprehensif dalam menargetkan penurunan polusi. Kajian itu pun mesti berdasarkan studi dan hitungan dampak ekonomi maupun dampak regulasi.
"Ini kami rasa paling prudent dan paling sustainable dlm jangka menengah-panjang," ujar Shinta.
Kemudian secara paralel dalam jangka pendek, Apindo mengusulkan agar pemerintah lebih fokus pada pembenahan disiplin atas regulasi pengendalian polusi yang sudah ada. Misalnya, dalam kebijakan uji emisi, larangan pembakaran sampah, kebijakan insentif penggunaan kendaraan umum dan kendaraan listrik.
"Kemudian, stimulus bagi pelaku usaha untuk mengurangi emisi via kebijakan insentif untuk mengganti mesin produksi agar menjadi lebih ramah lingkungan, kebijakan pasar karbon, pajak karbon, dan sebagainya," tutur Shinta.
Jokowi bahkan meminta ada rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi khususnya di Jabodetabek. Kepala Negara juga meminta agar ruang terbuka hijau diperbanyak. Termasuk mempertimbangkan penerapan WFH.
"Tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran dan jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office (jadi) work from home mungkin. Saya enggak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini apakah 75 persen (di rumah) 25 persen (di kantor) atau angka yang lain," kata Jokowi.
RIRI RAHAYU | M. JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Guru Besar UI Kritik Jokowi Subsidi Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Mestinya untuk Masyarakat Miskin