TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana membeberkan potensi pendapatan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Pendapatan tersebut, kata dia, bisa menutupi biaya operasional dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tanpa harus mengandalkan subsidi pemerintah.
Pertama, Aditya menjelaskan, KCIC ini berbeda dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI yang memiliki lahan dan properti yang cukup banyak. KCIC hanya terbatas pada lingkungan stasiunnya saja itu pun, hanya pada lahan-lahan yang dibeli KCIC.
“Jadi yang jelas, paling utama sih rental space. Itu di lingkungan stasiun bisa disewakan untuk kepentingan komersial,” ujar dia saat dihubungi pada Selasa, 15 Agustus 2023.
Kedua, pengembangan lahan untuk properti area komersial seperti mall kecil atau hotel. Itu pun hanya di selatannya Stasiun Halim dan baratnya Stasiun Tegalluar. Sementara Stasiun Padalarang lahannya terlalu sempit. Sedangkan di Stasiun Karawang, Aditya mengaku masih belum mengetahui kondisinya.
Selanjutnya ketiga dari periklanan. Iklan ini juga bisa diterapkan pada bagian layar LCD dan pengeras suara di dalam kereta. Keempat yang harganya cukup tinggi adalah naming right seperti di MRT Jakarta itu ada Stasiun Lebak Bulus Grab, Dukuh Atas BNI, Setiabudi Astra, dan Istora Mandiri. “Juga sudah diterapkan oleh PT KAI di Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng,” tutur Aditya.
Sementara, bisa pula melakukan kerja sama dengan pihak swasta. Misalnya konektivitas antara stasiun KCJB dengan destinasi wisata. Itu semua, menurut Aditya, bisa menjadi pendapatan KCIC untuk menutupi biaya operasi di luar dari tiket kereta.
Namun, Aditya menuturkan, pendapatan dari tiket juga harus benar-benar dipacu dengan dua hal. Pertama, stasiunnya harus punya aksesibilitas dan konektivitas yang bagus. Kedua tarifnya harus kompetitif.
“Saya enggak bilang tarifnya terjangkau ya, masa kereta cepat terjangkau, tapi tarifnya itu kompetitif dibandingkan moda lainnya, termasuk juga waktu tempuh dan kemudahannya,” kata Aditya.
KCIC juga bersiap mencari sumber pendapatan lain di luar tiket untuk menambal kebutuhan biaya operasional pada awal masa operasi kereta cepat. Sekretaris Perusahaan KCIC Eva Chairunisa, mengatakan, ada beberapa sumber pendapatan non-tiket yang dibidik perusahaan.
Mulai dari bisnis lapak untuk gerai retail serta usaha mikro, kecil, dan menengah di stasiun; hak penamaan stasiun; iklan; serat optik: pengembangan properti; hub mobilitas; hingga sejumlah lini bisnis lainnya. "Skema TOD akan masuk dalam pengembangan properti. Kami akan bekerja sama dengan pengembang," kata Eva.
Untuk saat ini, Eva berujar, ada beberapa kerja sama bisnis yang bisa terealisasi. Contohnya kehadiran pedagang pada masa uji coba operasi mendatang. Untuk itu, pengurusan kerja sama dan kontrak dilakukan sejak dini sebelum kereta cepat beroperasi. "Pengembangan kerja sama bisnis akan terus dilakukan," ujarnya.
Kereta cepat Jakarta-Bandung direncanakan melakukan uji coba pra- operasi dengan mengangkut masyarakat pada 1 September mendatang. Rencana ini dimundurkan dari target semula 18 Agustus 2023 karena KCIC masih menyelesaikan pengerjaan berbagai prasarana.
Selanjutnya, operasional komersial dari sepur kilat itu ditargetkan dimulai pada 1 Oktober 2023. Saat ini Kementerian Perhubungan juga masih melakukan sertifikasi terhadap sarana dan prasarana kereta cepat.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR
Pilihan Editor: Guru Besar UI Kritik Jokowi Subsidi Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Mestinya untuk Masyarakat Miskin