Adapun penyakit LSD tidak bersifat zoonosis atau tidak menular kepada manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh serangga, antara lain nyamuk, lalat dan caplak. LSD menyerang sapi dan kerbau.
Masa inkubasi atau waktu yang diperlukan dari awal infeksi sampai munculnya gejala klinis pada penyakit LSD secara alamiah cukup lama, yakni mencapai lima minggu. Sehingga penyakit tidak mungkin muncul secara tiba-tiba dalam waktu singkat.
Virus LSD dapat bertahan di keropeng selama 33 hari dan pada leleran mulut dan hidung selama 28 hari. Pada masa itu pula serangga berperan menularkan dari satu hewan ke hewan lainnya. Karena itu, pencegahan dapat dilakukan dengan biosekuriti dengan desinfeksi dan desisektisasi yang ketat, serta vaksinasi.
Barantan telah mengambil sampel serum darah, kerokan kulit, dan swab mulut dari sapi yang belum dilakukan vaksinasi LSD. Hasilnya, ditemukan sapi impor tersebut positif terjangkit LSD setelah diuji menggunakan real time PCR. Pengujian dilakukan di laboratorium Karantina Pertanian Tanjung Priok dan diuji konfirmasi di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian dan Balai Besar Veteriner Wates.
Saat ini, tutur Bambang, pemerintah Indonesia terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Australia melalui Department Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF). Observasi dilakukan demi menginvestigasi temuan LSD pada empat peternakan/premises yang ditangguhkan.
Menurut data dari sistem otomasi Barantan, IQFAST tercatat jumlah sapi impor dari Pelabuhan Laut Belawan, Tanjung Priok, Lampung, Cilacap dan Bandar Udara Soekarno Hatta pada 1 Januari hingga 31 Juli 2023 sebanyak 153.384 ekor dan jumlah sapi impor asal Australia pada 2022 sebesar 303.867 ekor.
"Kami pastikan sapi dan komoditas pertanian lainnya yang masuk ke tanah air harus dalam kondisi sehat dan aman," ucapnya.
Pilihan Editor: Harmonisasi Aturan Larangan Jual Barang Impor Dilaksanakan 1 Agustus 2023, Ini Bocorannya