TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengutip ramalan lembaga dunia soal perekonomian dunia akan gelap gulita pada 2023 pada Senin lalu ternyata hingga kini masih dibicarakan banyak orang. Hal itu disampaikannya dalam acara Penyerahan Insentif Fiskal yang disiarkan secara langsung lewat Kanal YouTube Kementerian Keuangan RI, Senin, 31 Juli 2023.
"Dunia akan gelap gulita 2023 ini karena pertumbuhan dunia hanya 2,1 persen. Ini turun drastis dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang 6,3 persen," kata Sri Mulyani saat itu.
Menurut bendahara negara tersebut, kondisi ekonomi gelap gulita berdampak pada disrupsi baik dari sisi suplai maupun dari sisi perdagangan. Hal itu juga akan sangat menentukan kondisi inflasi. Seperti yang terjadi pada 2022, inflasi tertinggi dengan di masing-masing negara seluruh dunia mengalami kenaikan, dari inflasi 0 persen kini 8,7 persen.
Lantas sebenarnya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ekonomi yang gelap gulita?
Ekonomi Gelap Gulita
Istilah ekonomi gelap gulita yang diramalkan lembaga dunia seperti IMF dan belakangan kembali disebutkan Sri Mulyani merujuk pada kondisi pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah. Bahkan organisasi dunia telah memproyeksikan pada 2023 ini akan banyak negara yang masuk ke dalam jurang resesi.
Sri Mulyani mengatakan bahwa situasi perekonomian global tahun ini lebih buruk dibandingkan tahun 2022. Hal ini disebabkan oleh sejumlah masalah yang dihadapi dunia, mulai dari dari geopolitik hingga rantai pasok.
"Kita semua memahami pemulihan ekonomi 2023 tidak mudah di seluruh dunia," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran, di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada Senin, 10 Juli 2023.
Menurut Sri Ekonomi dunia yang diproyeksikan gelap gulita pada 2023 semakin diperparah sejak pandemi Covid-19 mulai mereda. Saat itu dunia dihadapkan dengan situasi distrupsi rantai pasok. Alasannya karena permintaan tidak mampu tercukupi oleh produsen.
Kondisi ekonomi juga semakin diperburuk dari adanya perang Rusia dan Ukraina yang mendorong menanjak nya inflasi dunia. Bahkan, kata Sri, negara-negara maju mengambil langkah kenaikan suku bunga acuan. Sehingga dampaknya menimbulkan gejolak di pasar keuangan.
“IMF, World Bank dan OECD semua menunjukkan tren pelemahan yang signifikan pada tahun 2023 dibanding 2021 dan 2022," ucap Sri Mulyani.
Selain itu, pelemahan global juga tergambar dari sisi perdagangan yang tidak lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Dia menyebut, pada tahun 2023 perdagangan dunia diperkirakan hanya 2,4 persen, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5,1 persen.
Selanjutnya: Ekonom sebut perekonomian RI...