Moelyono mengatakan pasar dari negara-negara tersebut masih sangat potensial. Bahkan dia optimistis berdagang ke Timur Tengah bisa menutup kerugian seandainya ekspor kopi ke Uni Eropa terhambat.
Di sisi lain AEKI bakal beradaptasi untuk menyesuaikan kebijakan Uni Eropa. Saat ini eksportir kopi masih nunggu teknis pelaksanaannya.
"Eropa masih menjadi tujuan ekspor kopi kita. Yang ditunggu adalah bagaimana implementasinya (UU Anti Deforestasi). Apa yang harus dilakukan eksportir," ucap Moelyono.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan secara tegas menolak dan melawan UU Anti Deforestasi Uni Eropa. Zulhas, sapaannya, khawatir aturan ini menghambat perdagangan dan merugikan petani-petani Indonesia.
Zulhas menuturkan, UU Anti Deforetasi menghambat perdagangan lantaran selama ini Indonesia mengekspor berbagai komoditas ke Uni Eropa. Mulai dari sawit, kopi, kayu, karet, hingga ternak sapi. Nilai ekspornya pun cukup fantastis.
"Ekspor Indonesia ke Eropa tahun 2022 nilainya hamppir US$ 7 juta. Ini meliputi hampir 8 juta petani kecil," tutur Zulhas. "Kami sadari perjuangan ini (penolakan terhadap UU Anti Deforestasi) tidak mudah. Tapi untuk melindungi kepentingan nasional."
Soal potensi diskriminasi, lanjut Zulhas, UU Deforestasi membuat ketentuan atau keriteria-kriteria negara berisiko. Walhasil, jika Indonesia masuk kategori high risk atau berisiko tinggi, Indonesia bisa di-blacklist.
Pilihan editor: Kedai Kopi Ini Hadirkan Inovasi Robot AI Membuat Secangkir Kopi