TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menanggapi surplusnya APBN 2023 semester I Rp 152,3 triliun. Meski surplus, Wakil Direktur Indef, Eko Listyanto mengatakan serapan belanja pemerintah masih rendah sehingga perlu dilakukan berbagai upaya agar tidak terjadi pelemahan ekonomi.
"Kita tidak perlu berbangga-bangga dengan surplus APBN. Karena, sesungguhnya uang itu diharapkan tidak mengendap, tapi harus segera dibelanjakan, baik di pusat dan daerah," ujar Eko dalam konferensi pers secara virtual pada Selasa, 18 Juli 2023.
Menurut Eko, setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menjaga target pertumbuhan ekonomi. Pertama, ia menyarankan pemerintah melakukan aksi-aksi untuk mengakselerasi belanja APBN ke sektor produktif.
Bila surplus APBN hanya mengendap di kantong pemerintah, kata Eko, justru kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi kecil. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi berpotensi melambat dan tak sesuai target yakni 5,3 persen.
Kedua, Eko menyarankan upaya dari sisi moneter. Menurutnya, pemerintah harus mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Pasalnya, tahun ini RI menargetkan pertumbuhan kredit sekitar 12 persen. Sementara realisasi pada semester I baru 9,93 persen.
"Jadi ini pun masih jauh dari target yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Harus ada upaya untuk mendorong agar kredit perbankan lebih mengalir lebih deras," ucapnya.
Saran relaksasi moneter seperti penurunan suku bunga