TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat koperasi sekaligus Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menilai keterlibatan koperasi dalam program hilirisasi pemerintah, sebagaimana diinginkan Menteri Koperasi dan UKM, sulit dijalankan. Apa sebabnya?
"Fondasi pengembangan kekuatan bisnis sektor riil itu ada di sektor keuanganya. Kalau industri keuanganya saja masih carut marut dan lemah, ya sulit diharapkan dapat masuk ke proses hilirisasi," kata Suroto kepada Tempo, Rabu malam, 12 Juli 2023.
Suroto pun menyarankan perbaikan koperasi di Indonesia diprioritaskan, alih-alih menggagas agenda baru untuk hilirisasi. "Bubarkan koperasi papan nama dan koperasi abal-abal dulu," kata Suroto. Setelah itu, pemerintah bisa melakukan pengembangan koperasi.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, sebelumnya memang mengatakan ingin menjadikan koperasi sebagai bagian dari hilirisasi sumber daya alam dan industrialisasi. Sebab, koperasi diharapkan menjadi sokoguru perekonomian nasional. Namun, bisnis koperasi belum berkembang, apalagi menguasai perekonomian.
Teten mengatakan kementeriannya telah menginisiasi koperasi melalui produk sawit. Dia berujar, Indonesia memiliki potensi 50 juta ton sawit setahun dan termasuk terbesar di sunia. Namun, sektor ini masih dikuasai usaha besar. Prosuksinya pun belum maksimal.
"Masih jual CPO. Paling tinggi, minyak goreng," kata Teten, Rabu, 12 Juli 2023.
Teten ingin produksi dan kesejahteran petani diperbaiki. Terlebih, sekitar 40,47 persen lahan sawit dimiliki petani. Ke depan, Teten ingin petani tidak hanya menjual tandan buah segar (TBS), tetapi turut memproduksi minyak makan merah melalui koperasi.
"Jadi, harus konsolidasi dengan koperasi. Per seribu hektar, kami ingin ada pabrik minyak makan merah, sehingga petani bisa menjual produk jadi," ujarnya.
Pilihan editor: Menteri Teten Bicara Koperasi untuk Hilirisasi, Pengamat: Bubarkan Koperasi Abal-abal Dulu