TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia atau MTI, Aditya Dwi Laksana, berharap LRT Jabodebek masuk ke dalam skema tarif Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) DKI Jakarta PT JakLingko Indonesia. Saat ini, skema tersebut baru mengintegrasikan Mass Rapid Transit (MRT), bus Transjakarta, dan LRT Jakarta.
“Kalau saya sih berharap itu. Belum melibatkan KRL Commuter Line, belum melibatkan LRT Jabodebek karena beda operator,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 7 Juli 2023. Sehingga, dia berharap ada tarif bundling yang membuat tarif LRT Jabodebek bisa lebih murah. “Ini semata-mata supaya shifting.”
Tarif LRT Jabodebek masih belum diputuskan oleh Kementerian Perhubungan. Namun, pihak LRT Jabodebek sudah mengusulkan tarif dasar di rentang Rp 5.000-7.000. Kemudian akan ada penambaham biaya per kilometernya Rp 850 dan Rp 1.200. Lalu tarif terjauh Rp 25 ribu.
Aditya juga mengatakan bahwa pemerintah harus memberikan subsidi, agar tarif kereta tanpa masinis itu benar-benar terjangkat. Karena beban biaya LRT Jabodebek bukan hanya sekadar biaya operasi, tapi ada biaya investasi yang tinggi, dan sempat ada pembengkakan biaya (cost overrun).
“Jadi saya pikir supaya LRT atau KAI-nya survive, penggunanya juga affordable, tarifnya ya itu tetap diganjel dengan subsidi PSO,” ucap Aditya.
Manager Public Relations LRT Jabodebek Kuswardojo mengatakan besaran tarif LRT nanti tentu tergantung dari pemerintah. Artinya, seberapa besar pemerintah memberikan subsidi kepada warga masyarakat pengguna jasa LRT. Karena, menurut dia, semakin besar subsidi yang diberikan, maka pasti tarifnya semakin murah.
“Pemerintah masih belum memutuskan tarif LRT. Tarif rata-rata yang kami usulkan Rp 12 ribu,” tutur dia.
Pilihan Editor: LRT Jabodebek Segera Beroperasi: Ini Perbedaan LRT, KRL, dan MRT