Perry menyebut langkah-langkah itu di antaranya, penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan dan memperkuat sinergi dengan pemerintah. Tujuannya untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Adapun S&P memperkirakan penurunan tekanan inflasi yang disertai dengan kenaikan belanja Pemerintah menjelang pemilu dapat mendorong peningkatan konsumsi swasta pada paruh kedua 2023. Hal tersebut, menurutnya, akan mendukung kinerja ekonomi Indonesia di tengah tantangan permintaan global yang melambat.
Sehingga, kata Perry, ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,8 persen. S&P juga berkeyakinan bahwa reformasi kebijakan yang terus berlanjut dengan dukungan struktur demografi yang menguntungkan akan berdampak positif pada ekonomi Indonesia.
Hal tersebut, menurutnya, turut diperkuat oleh penerapan Undang-undang Cipta Kerja yang baru direvisi oleh Pemerintah pada awal tahun ini. Dia berharap kondisi ini dapat memperbaiki iklim usaha sehingga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi potensial.
Sementara dari sisi eksternal, menurut Perry, S&P memandang perbaikan kinerja sektor eksternal Indonesia mampu menahan dampak perlambatan harga komoditas. Implementasi kebijakan hilirisasi dan peningkatan kapasitas pemrosesan di sektor pertambangan dinilai dapat membantu meningkatkan penerimaan ekspor.
Lebih lanjut, S&P juga memandang positif level cadangan devisa yang kembali meningkat, setelah sempat menurun pada paruh kedua 2022. Hal tersebut didukung oleh surplus neraca transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing.
Selanjutnya: Dari sisi fiskal, S&P melihat konsolidasi fiskal yang...