Dari sisi fiskal, S&P melihat konsolidasi fiskal yang lebih cepat berdampak pada penurunan defisit fiskal Indonesia. Angkanya kini menjadi di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) satu tahun lebih cepat dari target.
Defisit fiskal tercatat 2,4 persen dari PDB pada 2022. Nilainya jauh lebih rendah dari 2021 yang mencapai 4,7 persen dari PDB. S&P memperkirakan defisit fiskal pada 2023 akan kembali turun menjadi sekitar 2,3 persen dari PDB. Hal itu didukung oleh penerimaan yang lebih tinggi dan belanja Pemerintah yang terkendali.
Perry menilai defisit fiskal yang menurun akan mengurangi utang pemerintah dan beban bunga. Namun, menurutnya, perlu dicermati bahwa basis penerimaan pemerintah yang masih terbatas tetap menjadi tantangan bagi perkembangan rating Indonesia ke depan.
S&P pun mencatat peran yang signifikan dari Bank Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank Sentral juga dianggap mampu meredam dampak gejolak ekonomi dan keuangan terhadap ekonomi domestik.
Dukungan Bank Indonesia dalam pembiayaan defisit fiskal melalui pembelian surat berharga pemerintah pun dinilai dapat membantu pengelolaan beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan. Menurut S&P, Bank Indonesia juga semakin mengandalkan instrumen berbasis pasar untuk menerapkan kebijakan moneter.
Pilihan Editor: Defisit APBN Berhasil Ditekan, Sri Mulyani Batal Tarik Utang Rp 289,9 Triliun