TEMPO.CO, Yogyakarta - Kalangan peternak babi yang terhimpun dalam Asosiasi Monogastrik Indonesia atau AMI mendesak pemerintah segera mengantisipasi meluasnya penyakit ternak African Swine Fever (ASF) atau Virus Demam Babi Afrika yang membuat populasi ternak menyusut drastis.
Penyakit demam babi Afrika yang muncul sebelum Covid-19 melanda pada 2019 silam, selama tiga tahun terakhir disebut telah membunuh belasan juta babi para peternak di tanah air.
Baca Juga:
Babi para peternak yang terserang penyakit itu mati mendadak hingga menyebabkan peternak tak bisa menjualnya dan merugi.
"Sejak 2020 hingga pertengahan 2023 ini, dari populasi 15 juta ekor babi ternak di Indonesia kini tinggal 3 juta ekor saja," kata Ketua Asosiasi Monogastrik Indonesia Sauland Sinaga dalam forum yang diikuti puluhan peternak berbagai wilayah di Yogyakarta Rabu, 28 Juni 2023.
Sauland menuturkan meski pengkonsumsi babi di Indonesia sangat terbatas, namun saat ini ada 1,8 juta peternak menggantungkan hidupnya disitu.
Terutama yang tersebar di Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Papua, Jawa dan Kalimantan.
"Sampai 2023 ini, tinggal Papua saja yang belum terdampak virus ini, mungkin karena distribusinya lebih terbatas, tapi lama lama bisa merembet ke sana karena daerah lain di Indonesia sudah terkena," kata Sauland.
Asosiasi pun mendesak pemerintah bisa membantu kalangan peternak menghadapi penyakit ternak mematikan itu. Salah satunya lewat vaksinasi seperti yang belakangan digencarkan di sejumlah negara Asia Tenggara atau Asean.
Sebab para peternak di Indonesia, sejauh ini hanya bisa bertahan mengobati ternak yang terserang dengan obat sejenis serum hingga biosekuriti. Bukan vaksin yang dinilai lebih efektif menangkalnya dalam jangka waktu lebih lama.
Dari komunikasi dengan asosiasi peternak di Asia Tenggara, kata Sauland, saat ini kalangan peternak seperti Filipina juga Malaysia relatif bisa bertahan melawan penyakit itu dengan vaksin ASF yang dikembangkan oleh Vietnam.
"Namun saat ini vaksin Vietnam itu belum bisa masuk Indonesia, masih ada sejumlah prosedur yang harus dilalui," kata dia.
Sauland mengungkap untuk mengembalikan populasi babi seperti sediakala dengan melawan penyakit itu melalui vaksinasi, butuh waktu sekitar lima tahun.
Dalam forum itu, Direktur Utama PT. Putra Perkasa Genetika Renaldy Anggada selaku satu pihak yang ditunjuk produsen vaksin ASF Vietnam sebagai distributor di Indonesia mengatakan, distribusi vaksin babi itu di Indonesia masih butuh sejumlah proses yang dilalui.
"Vaksin itu kan tergolong produk GMO atau produk rekayasa genetika, jadi prosesnya musti ada ijin dari dua kementerian yakni Kementerian Pertanian dan KLHK( Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," kata dia.
Saat ini, kata Renaldy, proses perijinan vaksin itu di Kementerian Pertanian sendiri disebut sudah selesai. "Sekarang tinggal menunggu proses di KLHK," kata dia.
Pilihan Editor: Viral Hewan Diduga Babi Ngepet di Mekarjaya Depok, Sudah Tiga Kali Menampakkan Diri