Adapun Senior Manager Relations PHR Regional Sumatera Yudy Nugraha mengungkapkan penandatanganan perjanjian PI 10 persen WK Rokan dan WK Kampar adalah wujud kepatuhan Pertamina dalam pemenuhan regulasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 Persen pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
"Dalam perjanjian pengalihan PI 10 persen itu, antara lain ditegaskan bahwa seluruh kegiatan operasi migas pada WK Rokan dan WK Kampar tetap dilaksanakan sepenuhnya oleh PHR dan PHE Kampar selaku operator. Sejak tanggal efektif pengalihan, PHR dan PHE Kampar akan menanggung terlebih dahulu pembiayaan atas kewajiban RPR di WK Rokan dan RPK di WK Kampar," jelas Yudy.
Sebaliknya, kata dia, RPR dan RPK wajib mengembalikan kepada PHR dan PHE Kampar dalam jumlah setara yang diambil atau dipotong dari hak bagi hasil produksi yang menjadi bagian RPK dan RPR. Perjanjian itu juga mengatur kewajiban RPR dan RPK mendukung terciptanya suasana dan kondisi yang kondusif untuk pelaksanaan operasi migas di Blok Rokan dan Blok Kampar.
"Jika diminta oleh operator, maka RPR dan RPK wajib membantu berbagai proses penerbitan atau perpanjangan perizinan ke pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang diperlukan, sepanjang percepatan tersebut tidak melanggar ketentuan perundang-undangan," ujar dia.
Selama berlakunya kontrak bagi hasil WK Rokan dan WK Kampar, kata dia, RPR dan RPK tidak boleh menjual, mengalihkan, memindahtangankan atau melepaskan seluruh atau sebagian PI 10 persen ke pihak manapun.
"Atau mengambil langkah korporasi yang menyebabkan terjadinya perubahan pemilikan saham dalam RPR dan RPK," tutur dia.
Pilihan Editor: Luhut Sebut 3,3 Juta Hektare Sawit di Kawasan Hutan Bakal Dilegalkan, Walhi: Pemerintah Tunduk terhadap Korporasi