TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 11 warga Kabupaten Dairi, Sumatera Utara menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta. Gugatan itu terkait dengan Surat Keputusan atau SK Kelayakan Lingkungan Hidup yang dikeluarkan KLHK untuk PT Dairi Prima Mineral (DPM).
Perwakilan Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) yang juga turut mendampingi warga, Debora, menceritakan alasan warga Dairi menggugat KLHK.
"Karena kekecewaan dan kekhawatiran yang sangat tinggi, warga akhirnya, 11 orang perwakilan dari warga menggugat KLHK agar SK tersebut," ujar Debora saat ditemui di PTUN Jakarta, Pulo Gebang, Jakarta Timur pada Rabu, 14 Juni 2023.
Debora menjelaskan, DPM sudah ada sejak 1998. Meski begitu, perusahaan tersebut harus mengurus sejumlah persyaratan, seperti analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan sebagainya.
Debora menjelaskan, perusahaan tersebut telah memperoleh Amdal pada 2005. "Namun karena ada perubahan beberapa fasilitas, mereka harus mengurus adendum Amdal," kata Debora.
Pada masa pengurusan adendum Amdal itu, lanjut dia, warga Dairi sebenarnya sudah berkali-kali menyampaikan aspirasinya, baik ke Pemerintah Kabupaten, Gubernur hingga KLHK.
"Warga meminta ini (SK Kelayakan Lingkungan) agar tidak dikeluarkan karena Dairi itu berada di wilayah daerah rawan bencana dan patahan gempa," tegas Debora.
Menurut dia, hal tersebut menimbulkan risiko tinggi terhadap keselamatan warga. Apalagi kebanyakan warga setempat merupakan petani yang bergantung pada alam yang mendukung aktivitas pertanian.
"Nah, yang paling fatal di 24 Agustus 2022 warga ke KLHK dan disambut oleh humas dari KLHK," beber Debora.
Debora menuturkan, warga pada saat itu meminta KLHK tidak mengeluarkan izin lingkungan PT DPM. Tetapi, kata dia, warga diyakinkan oleh KLHK bahwa belum ada SK Kelayakan Lingkungan PT DPM.
Selanjutnya: Namun, pada 23 November 2022, para warga ...