TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK baru-baru ini menerbitkan Peraturan OJK atau POJK Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Kelola dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama. Bagaimana pokok-pokok pengaturannya?
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan penerbitan POJK 7/2023 merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau dikenal UU PPSK, yang bertujuan Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama tumbuh lebih sehat, dapat diandalkan, amanah dan kompetitif.
"Pokok pengaturan dalam POJK 7 Tahun 2023 antara lain terdiri dari (1) Ketentuan Umum; (2) Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Usaha Bersama; (3) Pemanfaatan Keuntungan dan Pembebanan Kerugian; (4) Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan; (5) Ketentuan Peralihan; dan (6) Penutup," kata Aman lewat keterangan resmi, dikutip Jumat, 2 Juni 2023.
Dia melanjutkan, regulasi tersebut mengatur Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, termasuk penataan investasi, manajemen risiko dan pengendalian internal dalam melakukan kegiatan usaha.
Dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesionalitas, dan kewajaran. Kemudian menyusun sistem pengendalian internal dan prosedur internal mengenai pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Serta menghitung risiko dan manfaat yang akan didapat oleh pemegang polis atau tertanggung untuk setiap penetapan dan pengelolaan premi dari pemegang polis guna memastikan tidak terjadi kegagalan Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama dalam memenuhi kewajiban kepada pemegang polis atau tertanggung.
Selanjutnya, lanjut dia, untuk menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama wajib menuangkan aturan tersebut dalam suatu pedoman. Pedoman tersebut paling sedikit memuat tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi Usaha Bersama dan Dewan Komisaris Usaha Bersama, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian internal dan penanganan benturan kepentingan.
Selanjutnya tentang penerapan fungsi kepatuhan, audit internal, dan audit eksternal, penerapan manajemen risiko, penerapan kebijakan remunerasi, transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan dan rencana bisnis.
Lebih lanjut, Aman menuturkan peraturan tersebut juga mengatur mengenai anggaran dasar, anggota, organ di Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama serta penguatan fungsi pengawasan di Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama yaitu fungsi kepatuhan, audit internal, komite dan akuntan publik.
Selain itu juga mengatur hubungan dengan pemangku kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kepentingan terhadap Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, baik langsung maupun tidak langsung. Meliputi pemegang polis, tertanggung, pihak yang berhak memperoleh manfaat, anggota, pegawai, kreditur, penyedia barang dan jasa, dan atau pemerintah.
"Ketentuan ini juga mengatur kewajiban Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama untuk melindungi kepentingan pemegang polis, tertanggung, dan pihak yang berhak memperoleh manfaat tersebut agar dapat menerima haknya sesuai polis asuransi," ujar Aman.
Untuk itu, Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama wajib memenuhi kewajiban sesuai yang diperjanjikan dengan pemegang polis, tertanggung dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat. Kemudian menyediakan pelayanan yang baik bagi pemegang polis, tertanggung, dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat, mengungkapkan informasi yang material dan relevan bagi pemegang polis, tertanggung, atau pihak yang berhak memperoleh manfaat, serta bertindak dengan integritas, kompetensi, serta itikad baik.
Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama, lanjut Aman, wajib menghormati hak pemangku kepentingan dan melaksanakan kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan perjanjian yang dibuat dengan pegawai, pemegang polis, tertanggung, dan/atau pemangku kepentingan lainnya.
"Selain itu, mengingat karakteristik Perusahaan Asuransi Usaha Bersama yang pemegang polisnya merupakan anggota, dalam peraturan ini juga mengatur mengenai mekanisme pemanfaatan keuntungan yang dapat dibagikan kepada anggota termasuk pembebanan kerugian kepada anggota," ungkap Aman.
Selanjutnya, kata dia, dalam hal Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama memiliki akumulasi kerugian di dalam laporan keuangan, wajib menyelesaikan akumulasi kerugian dengan melakukan pembebanan kerugian kepada anggota.
Perusahaan juga wajib menyusun mekanisme pembebanan kerugian kepada anggota terhadap akumulasi kerugian, yang kemudian diajukan kepada Rapat Umum Anggota (RUA) untuk mendapatkan penetapan.
"Apabila dalam RUA tidak dapat menetapkan pembebanan akumulasi kerugian dimaksud, OJK dapat menindaklanjuti tindakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tutur dia.
Sebelumnya, permasalahan AJB Bumiputera yang merupakan perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama menghebohkan publik. AJB Bumiputera mengalami defisit keuangan mencapai Rp 30 Triliun sehingga mengalami gagal bayar.
Pilihan Editor: Pemerintah Pusat Buka Izin Ekspor Pasir Laut, Ini Respons Gubernur Kepulauan Riau
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini