2. PT Bintan Batam Pratama
Hal serupa terjadi di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Nelayan suku Kojong mendesak agar aktivitas penambangan pasir laut oleh PY Bintan Batam Pratama di pesisir timur Pulau Linga Utara dihentikan. Tambang itu mulai ada pada akhir 2021.
Imbas dari penambangan pasir laut di wilayah tersebut, nelayan kesulitan mendapatkan ikan lantaran air laut berubah keruh seperti limbah. Komunitas Pemerhati Suku Laut di Pulau Lingga mengatakan kerusakan lingkuan disebabkan aktivitas pengerukan pasir kuarsa. Limbah pasir yang turun dari kawasan tambang juga memicu kerusakan terumbu karang.
KKP pun menghentikan proyek pembangunan terminal khusus seluas 0,4 hektare milik PT Bintan Batam Pratama di Batu Putih, Desa Teluk pada 13 Januari lalu. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Adin Nurawaluddin menyebut proyek itu belum dilengkapi persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut.
Sementara itu, General Manager PT Bintan Batam Pratama Ardi Ahmad mengklaim persoalan lingkungan dan masalah yang dihadapi masyarakat nelayan sudah diatasi. Di sisi lain, dia tak menampik pihaknya belum mendapat izin pembangunan Dermaga terminal khusus, namun sudah melakukan reklamasi.
"Itu memang kami akui salah. Kami siap bertanggung jawab membayar dendanya," ucap Ardi, dikutip dari Majalah Tempo edisi 30 April 2023. Dia menegaskan produksi pasir kuarsa oleh PT Bintan Batam Pratama sudah dihentikan. Pasir tersebut, tuturnya, tidak bisa diekspor ke Cina karena izin operasional dan terminal itu belum selesai.