TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah resmi membuka kembali keran ekspor pasir laut. Kebijakan itu disahkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang diundangkan pada 15 Mei lalu.
Beleid itu mengatur pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor. Muncul dugaan dari para aktivis lingkungan soal adanya sejumlah perusahaan di balik pembukaan ekspor pasir laut yang pernah dilarang semalam 20 tahun ini. Terlebih beleid ini terbit menjelang Pemilu 2024.
Seperti diketahui, Indonesia telah menghentikan ekspor pasir laut sejak Februari 2003. Larangan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri itu disebabkan terjadinya kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau akibat penambangan pasir.
Meski dilarang, selama ini masih banyak terjadi penambangan pasir laut ilegal. Berikut rangkuman dari sederet perusahaan yang melakukan penambangan ilegal berdasarkan liputan Majalah Tempo.
1. PT Logomas Utama
Aktivitas penambangan pasir laut PT Logomas Utama di Desa Suka Damai, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau dihentikan sementara oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) per 13 Februari 2022. Namun, izin usaha penambangan atau IUP perusahaan tambang asal Jakarta ini masih belum dicabut.
Pada 18 April 2022, Kelompok Nelayan Kerapu Suka Damai mengirim surat pada Jokowi melalui Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Dalam surat itu, masyarakat pesisir dan nelayan meminta Presiden memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menarik IUP PT Logomas.
Pasalnya, penambangan pasir laut di wilayah tersebut mengakibatkan abrasi, khususnya di pulau-pulau kecil. Kapal-kapal penghisap pasir laut pada November 2021 membuat perairan menjadi keruh, merusak padang lamun dan terumbu karang. Nelayan pun kesulitan mendapatkan semua jenis ikan, udang, dan kepiting yang merupakan mata pencaharian uata mereka.
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring menjelaskan IUP PT Logomas harus dicabut karena menyalahi aturan. Pasalnya, perusahaan itu tidak bisa menjalankan kegiatan penambangan karena dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) milik mereka sudah kadaluwarsa.
Tempo sudah berupaya meminta konfirmasi PT Logomas. Namun hingga laporan Majalah Tempo terbit pada 30 April 2023 belum ada respons dari pihak perusahaan. Berbagai cara menghubungi pengelola perusahaan itu tidak membuahkan hasil.
Sementara itu, Kepala Bidang Mineral dan batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau Ismon Diondo mengatakan pihaknya menunggu arahan dan petunjuk dari pemerintah pusat ihwal desakan pencabutan IUP PT Logomas.