Kondisi itu, menurut Metta, akan membuat keuangan pribadi menjadi tidak sehat apabila tidak diatur dengan bijak atau mindful. Sebab, jika masyarakat melakukan pengeluaran secara berlebihan, imbasnya masyarakat akan mengalami kesulitan keuangan setelah Lebaran 2023.
"Memang Ramadan ini sangat khusus, karena ada sisi belajar mengendalikan diri, mengendalikan nafsu, dan mengelola belanja untuk tidak terburu-buru dan berlebihan," ucap Metta.
Seperti diketahui, Ramadhan dan Lebaran 2023 merupakan puncak peredaran uang dalam periode satu tahun. Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim mengatakan pada Ramadan dan Lebaran terjadi rata- rata 25 persen pergerakan uang dalam satu tahun.
BI mencatat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Februari 2023 mencapai sebesar Rp 8.300 triliun atau tumbuh 7,9 persen year on year (yoy). Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) sebesar 6,6 persen yoy, dan perkembangan aktiva dalam negeri bersih yang tumbuh sebesar 8,2 persen yoy.
Marlison mengungkapkan BI telah merealisasikan sekitar Rp 85 triliun atau 44 persen dari target penukaran uang tunai yang telah disiapkan sebanyak Rp 195 triliun untuk periode Ramadan dan Idul Fitri atau Lebaran 2023.
“Dari Rp 195 triliun, yang sudah terealisasi 44 persen sampai Kamis, 6 April sekitar Rp 85 triliun. Sejauh ini kami belum merasa untuk menambah, karena kami proyeksikan sampai mendekati Idul Fitri masih mencukupi,” ujar Marlison.
BI juga memperkirakan peredaran uang tunai selama periode Ramadan dan Lebaran 2023 akan mencapai 95 persen dari target, dengan puncak peredaran mendekati keberangkatan pemudik yang bersamaan dengan cairnya THR.
Pilihan Editor: Ramai Phising via Kode QR, Bagaimana Cara Mengamankan Data Keuangan Online?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini