TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira merespons pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md yang mengungkap adanya temuan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kemen Keuangan. Mahfud menyebut transaksi jumbo itu sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.
"Kasus transaksi janggal membuat fungsi Inspektur Jenderal Kemenkeu dipertanyakan. Selama ini pengawasan internal kenapa lemah. Kurang pro aktif melakukan penelusuran terhadap kejanggalan kenaikan harta aparatur sipil negara (ASN) atau pegawainya," ujar Bhima saat dihubungi pada Jumat, 10 Maret 2023.
Bhima mencontohkan, jika dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN salah satu pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo, ada keganjilan tahun 2013-2014, karena naiknya sampai Rp 10 miliar lebih. Kemudian di 2019-2020 naiknya juga skitar Rp 10 miliar.
"Harusnya (Kemenkeu) pro aktif untuk audit, kerjasama dengan ppatk menelusuri aliran uang. Itu baru satu pegawai, kalau sampai temuannya ratusan triliun ini kan namanya pencucian uang skala masif," ucap Bhima.
Dia mengatakan, Kemenkeu sebenarnya memiliki sistem whistle blower, tapi tidak bekerja dengan baik. Bhima mengatakan di internal Kemenkeu sudah ada sistem pelaporan sesama pegawai. Jika ada atasan memiliki harta mencurigakan, apalagi berkaitan dengan suap misalnya, sesama pegawai bisa saling melapor. "Ini perlu didorong, ada keberanian dari pegawai untuk bicara asal buktinya kuat."
Bhima juga menyarankan perlu dilakukan evaluasi terhadap rangkap jabatan, pejabat yang aktif menjadi komisaris, atau memiliki bisnis yang sarat konflik kepentingan. Selama ini, dia berujar, seolah pemerintah membiarkan pejabat jadi komisaris aktif baik di BUMN maupun perusahaan swasta. "Padahal itu menjadi awal masuknya uang yang tidak wajar," tutur Bhima.
Selanjutnya: Mahfud Md menyebut laporan transaksi mencurigakan sejak tahun 2009