Tapi ia pun sadar nilai remunerasi yang diberikan kepada pegawai masih jauh dibanding penghasilan dari praktik ilegal seperti suap dan gratifikasi. “Jangan pernah membayangkan tunjangan kinerja bisa menghilangkan godaan ini,” kata Sri Mulyani. Namun, setidaknya tujangan kinerja yang tinggi bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk menuntut kepatuhan.
Adapun saat ini, dia menjelaskan, struktur organisasi dan proses bisnis sudah dibenahi serta semuanya sudah menggunakan sistem IT. Sri Mulyani juga membuat pegawai di Direktorat Jenderal Bea Cukai atau Direktorat Jenderal Pajak tidak bisa bekomunikasi langsung dengan para wajib pajak.
“Maka untuk mengurangi interaksi dibuatlah front office, middle, back office yang saling independen. Ini menggunakan IT system sehingga tidak terjadi kemungkinan transaksi,” tutur Sri Mulyani.
Bahkan, sekarang, Sri Mlulyani memastikan sudah tidak ada lagi yang namanya calo anggaran. Para pegawai Kemenkeu kini sudah banyak peningkatan dan memiliki martabat.
“Staf saya punya kehormatan punya matabat, ‘oh saya kerja di Kemenkeu, saya sudah cukup, saya enggak perlu harus korupsi dan segala macam’. Mereka punya kebanggaan,” ucap Sri Mulyani.
Tapi belakangan publik menyoroti pejabat eselon III Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto yang kerap pamer harta dan diketahui memiliki harta tak wajar. Mereka bekerja di dua instansi di bawah Kemenkeu.
Sri Mulyani menyebutkan temuan-temuan tersebut menyadarkannya bahwa pembenahan dan pengawasan harus terus dilakukan. "Kementerian Keuangan merasa bahwa sistemnya sudah diperbaiki, organisasinya bagus. Kejadian ini to be very honest buat kita adalah merupakan wake up call lagi: Eh kamu enggak bisa merasa kamu udah bagus, buktinya ada ini," ucapnya.
MOH KHORY ALFARIZI | MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor: Belum Beres 'Daftar Merah' Kemenkeu, Kini Bakal Ada Kasus Korupsi Baru di BUMN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.