TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Amri Yusuf mengatakan pengelolaan dana haji di Indonesia berbeda dengan Lembaga Tabung Haji (LTH) yang dimiliki Malaysia. Sehingga, investasi yang dilakukan BPKH dan LTH tidak bisa dibandingkan.
“Memang ini tidak bisa dibandingkan secara apple to apple dengan kami karena ada beberapa aspek yang berbeda,” ujar dia dalam diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan di Gedung PP Muhamadiyah, Jakarta Pusat, pada Jumat, 17 Februari 2023.
Perbedaan pertama, LTH bisa masuk ke direct investment setelah 20 tahun berdiri. Lembaga tersebut berdiri pada tahun 1960-an, kemudian pada tahun 1980-an mulai masuk ke direct investment, seperti perkebunan dan industri yang saat itu didukung oleh pemerintah Malaysia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
“Sementara, jika BPKH—yang baru berdiri pada 2017—diminta masuk ke direct investment, dibandingkan dengan LTH, Indonesia perlu belajar lagi,” ucap Amri.
Perbedaan kedua, menurut dia, kemungkinan LTH di Malaysia bekerja seperti perbankan. Jumlah jemaah haji tunggunya memang lebih kecil dari Indonesia, hanya 3,5 juta orang, tapi deposannya yang dananya dikelola LTH jumlahnya 9 juta orang.
Bahkan, Amri menjelaskan, dari usia anak-anak sampai yang sudah berhaji itu bisa menabung di LTH. Sedangkan BPKH tidak seperti itu. Karena hanya menerima tabungan jemaah yang ingin berangkat haji saja.
Selanjutnya: Di Malaysia, anak-anak boleh menabung haji