TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama atau Kemenag menjawab pertanyaan calon jemaah haji soal alasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayarkan calon jemaah mengalami kenaikan. Angkanya Rp 49.812.711,12 atau bila dibulatkan sebesar Rp 49,8 juta, naik dari sebelumnya sebesar Rp 39,8 juta.
Kenaikan Bipih itu 55,3 persen dari total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk jemaah haji reguler sebesar Rp 90.050.637,26. Sisanya merupakan biaya yang bersumber dari Nilai Manfaat keuangan haji rata-rata per jemaah sebesar Rp 40.237.937 atau sebesar 44,7 persen.
Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Jaja Jaelani mengatakan ingin membuat BPIH berkeadilan. Karena, kata dia, nilai manfaat adalah hak semua jemaah baik yang diberangkatkan haji tahun ini maupun tahun-tahun berikutnya.
“Karena ini merupakan dana milik semua calon jemaah yang antrean hari ini sudah 5,3 juta jemaah, ini juga harus terproteksi,” ujar Jaja dalam diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan di Gedung PP Muhamadiyah, Jakarta Pusat, pada Jumat, 17 Februari 2023.
Sehingga, menurut Jaja, keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Kemenag yang disampaikan sebelumnya, itu sudah mempertimbangkan keberlanjutan uang haji ke depan. Dia juga membeberkan penyebab kenaikan itu terjadi, diantaranya karena nilai kurs rupiah terhadap dolar dan riyal yang melemah, dan biaya penerbangan.
“Faktor-faktor inilah yang tidak bisa dihindari, sehingga kenaikan BPIH tahun ini, nilai Bipih dan nilai manfaat yang pada hakekatnya masih bisa turun tapi untuk penggunaan nilai manfaatnya dikembalikan untuk menjaga stabilitas ke depan, dinaikkan,” tutur Jaja.
Sehingga jemaah yang belum berangkat tapi sudah lunas dananya tetap terjaga. “Semoga dengan kenaikan ini jemaah tidak ada yang membatalkan kami harapkan, tapi karena ini adalah milik semua jemaah mau tidak mau ini harus tetap terjaga,” ucap Jaja.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.