APBN, kata dia, menjadi penahan gejolak, bahkan ketika harga bahan bakar minyak atau BBM yang naik di sejumlah negara. Di Eropa, misalnya, harga BBM naik tiga kali lipat. Tapi, menurut bendahara negara tersebut, kenaikan harga BBM di Tanah Air hanya terjadi pada September 2022.
Sebab, jika mengikuti mekanisme pasar, menurut Sri Mulyani, kenaikan harga BBM minimal hampir atau lebih dari 100 persen atau bahkan 200 persen seperti yang terjadi di negara-negara Eropa. Jika gejolak besar itu tidak ditahan, rakyat dan ekonomi pasti akan jatuh lagi.
“Belum sembuh dari pandemi kena lagi dampak dari kenaikan harga. Maka APBN menahan tersebut kenaikan harga yang besar dampaknya subsidi kepada bahan bakar melonjak sangat tinggi,” kata Sri Mulyani.
APBN didesain lebih fleksibel dan responsif
Lebih jauh Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berhasil memulihkan ekonomi dengan mendesain APBN yang fleksibel, responsif, dan targeted. Pada tahun 2021-2022, Indonesia sudah mulai pulih dari hantaman Covid-19. Bahkan tahun 2022 pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
Pertumbuhan ekonomi itu, kata dia, dikontribusikan oleh semua sektor, mulai dari pertanian. Sektor lainnya yang berkontribusi adalah sektor jasa, konstruksi, pertambangan, jasa keuangan, dan lainnya. Bahkan sektor yang terpuruk paling dalam seperti transportasi, pariwisata, hingga perhotelan sudah kembali pulih dan kuat. “Itu adalah pemulihan ekonomi dari sisi produksi atau supply,” tutur dia.
Sementara, dari sisi permintaan, bendahara negara menambahkan, konsumsi rumah tangga mulai meningkat, termasuk investasi dan ekspor. Sehingga pada saat seluruh mesin pertumbuhan ekonomi mulai jalan, kata Sri Mulyani, APBN sebagai instrumen yang tadinya menahan merosotnya kegiatan ekonomi, sekarang bisa mulai konsolidasi.
Baca juga: Sri Mulyani Beberkan APBN jadi Andalan untuk Jawab Tantangan Ekonomi Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.