TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian atau Kemenperin mendukung iklim investasi produk olahan tembakau inovatif sebagai bagian dari Industri Hasil Tembakau (IHT). Sebab, produk tersebut mempunyai peranan penting dalam peningkatan ekonomi Indonesia.
Kemenperin mengapresiasi pengoperasian pabrik tembakau inovatif bebas asap rokok milik PT HM Sampoerna, di Karawang, Jawa Barat. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pabrik tersebut memproduksi IQOS-HEETS untuk memenuhi permintaan pasar ekspor di Kawasan Asia Pasifik maupun pasar domestik, dengan prioritas untuk mendorong investasi dan peningkatan ekspor barang jadi.
“Di awal tahun 2023 ini, Sampoerna telah memulai ekspor dengan tujuan perdana tujuan ke Filipina dan Malaysia. Hal ini merupakan berita yang positif bagi perkembangan industri nasional kita, dan dapat menjadi percontohan bagi industri lain untuk meningkatkan kontribusi ekspor,” kata Putu di Jakarta, Minggu, 15 Januari 2023, dikutip dari laman resmi Kemenperin.
Ihwal investasi, Putu menyebut Sampoerna telah berkomitmen merealisasikan investasi sebesar US$ 166,1 juta untuk produk tembakau inovatif IQOS-Heets dengan kapasitas produksi 15,45 miliar batang per tahun. Kegiatan produksi ini melibatkan sekitar 500 pekerja terampil dan didukung oleh fasilitas penelitian dan pengembangan dengan investasi mencapai US$ 600.00.
Dia pun berharap adanya investasi tersebut akan berdampak positif dalam mendorong inovasi, serta penciptaan nilai ekonomi pada banyak sektor antara lain sektor UMKM, ritel tradisional, kemitraan dengan petani, dan pengembangan R&D.
“Di tengah ketatnya persaingan antar industri dan peraturan yang mengikat IHT, pengembangan produk berorientasi ekspor seperti ini tentunya dapat meningkatkan devisa negara dan menjadi suatu kebanggaan bagi pelaku industri hasil tembakau nasional,” ujar Putu.
Lebih lanjut, Putu mengatakan bahwa pada 2021, sektor IHT menyumbang penerimaan devisa negara melalui ekspor produk IHT yang nilainya mencapai US$ 934,05 juta. Sebanyak 8,41 persen di antaranya berasal dari produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) dan Rokok Elektrik (REL). Sedangkan penermaan cukainya naik 10,24 persen menjadi Rp 188,81 triliun dibanding penerimaan cukai tahun 2020 sebesar Rp 170,24 triliun.
Untuk mendukung investasi produk inovasi olahan tembakau sekaligus menjaga kualitas produk guna melindungi konsumen, Putu menyebut Kementeriannya telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Produk Tembakau yang Dipanaskan pada tahun 2020. “Selanjutnya, pada tahun 2021, Kemenperin menyusun SNI Cairan Rokok Elektrik untuk Rokok Elektrik,” kata dia.