TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, memperkirakan volume pergerakan masyarakat pada libur tahun baru 2023 akan melampaui lalu-lintas saat mudik Natal. Kepadatan kendaraan, kata dia, bakal terpusat di wilayah aglomerasi.
“Khususnya pergerakan di wilayah aglomerasi seperti Jabodetabek, Joglosemar, dan lain-lain,” ujar Adita seperti dikutip dari Bisnis, Jumat, 30 Desember 2022.
Peningkatan lalu-lintas terjadi karena waktu pergerakan masyarakat selama tahun baru lebih pendek. Adita mengatakan Kementerian Perhubungan bersama pihak-pihak berwenang telah menyusun rekayasa lalu-lintas secara situasional. Misalnya, contra flow, one way, atau ganjil-genap.
Adapun pada periode libur Natal 2022, 3,9 juta masyarakat melakukan perjalanan dengan angkutan umum. Data itu dihimpun selama empat hari sebelum hingga puncak Natal.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Saat Libur Nataru, Asita: Belum Ada Laporan Pembatalan Perjalanan Wisata
Tidak hanya di mode angkutan jalan, angkutan penyeberangan tampak ramai. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mencatat ada 53.344 penumpang dan 11.828 kendaraan yang menyebrang dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakauheni. Sebaliknya, terdapat 38.116 penumpang dan 8.662 kendaraan yang menyeberang dari Pelabuhan Bakauheni ke Pelabuhan Merak.
Cuaca Ekstrem di Tengah Meningkatnya Pergerakan Masyarakat
Kementerian Perhubungan bersama BMKG, BRIN, dan BNPB menggelar rapat koordinasi membahas antisipasi cuaca yang terjadi pada musim libur Natal dan tahun baru atau Nataru. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan lonjakan penumpang saat libur Nataru dan adanya potensi cuaca ekstrem membahayakan keselamatan perjalanan.
“Maka kami akan terus berkoordinasi secara intensif dengan BMKG, BRIN, dan BNPB,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Kamis, 29 Desember 2022.
Sejumlah wilayah yang telah diprediksi akan terjadi lonjakan pergerakan penumpang di masa libur Nataru, seperti Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Serta beberapa selat yang akan ramai dilalui penumpang kapal penyeberangan yakni Selat Sunda, Selat Bali, dan Selat Lombok. Wilayah tersebut menjadi perhatian khusus untuk mengantisipasi cuaca buruk.
Ia mengatakan rekomendasi keadaan cuaca sangat dibutuhkan oleh Kemenhub bersama para pengelola sarana dan prasarana transportasi. Tujuannya untuk mengeluarkan kebijakan di sektor transportasi.
Misalnya, Budi Karya mencontohkan, penerbitan Notice to Airmen (NOTAM) di sektor penerbangan untuk menunda penerbangan, ataupun membatalkan penerbangan. Kemudian, mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) di sektor laut dan penyeberangan untuk melakukan penundaan kapal berlayar selama cuaca, gelombang, dan arus laut dinyatakan dalam kondisi ekstrem.
“Rekomendasi ini sangat kami butuhkan untuk memberikan peringatan kepada masyarakat yang akan melakukan perjalanan,” ucap Budi Karya. “Jadi ketika cuaca membahayakan keselamatan perjalanan, maka secara tegas kami akan keluarkan kebijakan untuk menunda perjalanan transportasi sampai keadaan cuaca membaik.”
BISNIS | KHORY ALFARIZI
Baca Juga: Terkini: Dampak Cuaca Ekstrem Terhadap Perjalanan Wisata, Profil Bendungan Beringin Sila Rp 1,72 T
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.