TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM mencatatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan per 16 Desember 2022 sebesar Rp173,5 triliun atau sekitar 170 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp101,8 triliun.
“Untuk tahun 2022, sektor pertambangan tetap memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian negara. Kontribusi PNBP di tahun 2022 jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Jika tahun 2021 sebesar Rp75,48 triliun, pada tahun 2022 terjadi kenaikan Rp173,5 triliun atau 170 persen dari target,” kata Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba, Yose Rizal melalui keterangan resminya di Jakarta, Kamis, 29 Desember 2022.
Rincian capaian tersebut, sambung Yose, diperoleh dari iuran tetap sebesar Rp900,1 miliar, royalti sebesar Rp100,3 triliun, penjualan hasil tambang (PHT) sebesar Rp67,7 triliun, dan lain-lain sebesar Rp4,5 triliun.
Menurut Yose, besarnya capaian PNBP tersebut dipengaruhi oleh harga komoditas tambang yang sedang cemerlang. Untuk batu bara misalnya, harga tertinggi tahun ini tembus 330,97 dolar AS per ton pada Harga Batu bara Acuan (HBA) Oktober.
“Peningkatan PNBP ini sangat tergantung pada sejumlah parameter, yaitu harga komoditas, volume produksi, persentase royalti, dan ketaatan wajib bayar. Saat ini harga komoditas sedang baik,” kata dia.
Melambungnya harga batu bara didorong oleh meningkatnya permintaan terutama dari India, Cina, dan beberapa negara Eropa.
Krisis listrik yang menimpa India akibat gelombang hawa panas menyebabkan pemerintah India meningkatkan jumlah impor batu bara lantaran ketatnya suplai domestik. Sedangkan Cina, tercatat menambah pasokan batu bara menjelang musim dingin serta memberlakukan kebijakan penghapusan pajak impor batu bara.
Uni Eropa mengeluarkan kebijakan larangan impor batu bara dari Rusia efektif pada Agustus lalu. Negara-negara Eropa memutuskan untuk menggunakan kembali batu bara sebagai sumber pembangkit listrik.
“Selain batu bara, sebagian besar produk pertambangan lain juga terus mengalami kenaikan harga, seperti konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat besi laterit, konsentrat pasir besi, konsentrat ilmenit, konsentrat rutil, dan bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite),” kata Yose.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah melakukan berbagai upaya digitalisasi untuk memastikan optimalisasi penerimaan negara dari sektor pertambangan, salah satunya melalui aplikasi e-PNBP. Aplikasi tersebut dinilai dapat mempercepat proses bagi pelaku usaha untuk memenuhi iuran tetap dan royalti.
Selain itu, e-PNBP juga akan mempermudah evaluator untuk menginventarisir pelaku usaha yang belum memenuhi kewajiban. Utamanya untuk mempercepat proses penagihan sehingga memudahkan pemerintah menghentikan pelayanan jika para wajib bayar melakukan pelanggaran.
“Lewat mekanisme digital, para wajib bayar akan lebih taat dan meminimalisir peluang transaksi ilegal. Sehingga PNBP di sektor pertambangan dapat lebih optimal. Ditjen Minerba mengintegrasikan antara e-PNBP dengan aplikasi pengawasan, yaitu Minerba Online Monitoring System dan e-RKAB,” tegas Yose.
Baca Juga: Low Tuck Kwong Orang Terkaya Nomor 1 di Indonesia, Apa Saja Bisnisnya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.