TEMPO.CO, Jakarta -Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah segera membuat aturan turunan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru. PHRI juga meminta pemerintah berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk membuat SOP pola razia di hotel. Hal ini buntut Pasal 411 dan 412 dalam KUHP yang mengatur tentang perzinahan dan kohabitasi.
“Jujur saja, razia Satpol PP dan polisi itu selalu meresahkan industri hotel dan menganggu kenyamanan tamu. Karena biasanya mereka datang bawa satu kompi, bawa media,” ujar Wakil Ketua PHRI Maulana Yusran dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI, Selasa, 13 Desember 2022.
Oleh karena itu, Maulana berujar bahwa saban tahun PHRI selalu membuat MoU dengan kepolisian, yang berisi tentang pola razia di hotel anggota PHRI.
Pasca KUHP baru disahkan Selasa, 6 Desember 2022, Maulana mengaku resah. Maklum, muncul narasi negatif dari negara-negara yang menjadi target pasar PHRI. Pihaknya pun berharap pemerintah bisa membuktikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pengesahan KUHP—sebagaimana sering diucapkan sebelum pengesahan.
“Dinamika narasi negatif dari negara target market kita bisa merugikan sektor pariwisata cepat atau lambat,” ucap Maulana.
Maulana menjelaskan, pelaku usaha pariwisata tidak bisa memberikan jaminan kepada wisatawan bahma mereka akan aman-aman saja. Sebab KUHP merupakan produk hukum yang diatur undang-undang. Menurutnya, hanya ahli hukum dan aparat hukum yang dapat menerjemahkan secara benar sekaligus memberi jaminan.
“Industri hotel berharap dengan disahkan dengan disahkannya KUHP baru, demi kenyamanan tamu hotel dari razia yang meresahkan atau kriminalisasi, perlu dibuatkan aturan jelas yang mengatur pola razia di hotel. Khususnya yang terkait masalah perzinahan dan kohabitasi,” ucapnya.
Baca Juga: Sandiaga Uno: Wisatawan Tak Perlu Ragu Tetap Berkunjung ke Wonderful Indonesia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.