TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melihat ada peluang investasi masuk untuk proyek penurunan emisi karbon. Investasi ini akan mendukung Indonesia mencapai target dekarbonisasi hingga 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri atau 41 persen dengan bantuan negara lain.
“Jadi jangan melihat menciptakan emisi rendah sebagai kewajiban memberatkan. Kementerian Investasi harus melihat ada peluang karena turunkan emisi karbon butuh proyek,” ujar Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investai/BKPM Nurul Ichwan dalam acara “Forum Investasi” Penguatan Strategi Promosi Investasi Daerah” yang disiarkan secara virtual pada Ahad, 11 Desember 2022.
Salah satu peluang investasi masuk untuk net zero emission (NZE), menurut Nurul, adalah untuk proyek aset karbon. Investasi ini juga didukung gerakan penanaman mangrove, rebosiasi, hingga menjaga lahan gambut agar tidak sampai kering.
“Itu ada apresiasinya. Bisa dinilai berapa karbon yang bisa diserap atau ditahan yang nantinya bisa disertifikasi lembaga sertifikasi (aset karbon) di dunia,” kata Nurul.
Bicara soal manfaat bagi invetasi, Nurul melanjutkan, aset karbon tersebut bisa dijual kepada perusahaan yang menghasilkan emisi karbon. Dia mengumpamakan ada perusahaan A yang berbisnis dan mencemarkan dunia dengan kontribusi emisi karbon hingga 100 ton ke atmosfer. Untuk mengklaim kontribusinya tidak sampai 100 ton, perusahaan A membutukan pengurangan 50 ton.
Baca juga: Airlangga Sebut Investasi Hulu Migas Harus Tetap Berjalan di Tengah Transisi Energi
“Cara menguranginya dengan membeli sertifikasi 50 ton dari hutan mangrove, rebosisasi, ataupun tanah gambut yang kita jaga,” ujar Nurul.
“Jadi, itu beli. Bukan gratis. Artinya, dalam rangka mengurangi 50 ton emisi karbon, mereka beli ke Indonesia kalau kita punya proyek-proyek tersertifikasi tersebut,” ucapnya
Adapun ihwal perdagangan aset karbon, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya mengatakan bakal memulai pengembangan sistem perdagangan karbon pada 2023. Tujuannya untuk mengimbangi tren perkembangan penerapan prinsip environmental, social, and governance (ESG) serta keuangan berkelanjutan di tingkat bursa global.
“Oleh karena itu inisiatif selanjutnya dari rencana BEI yang pertama adalah mendukung pengembangan sistem perdagangan karbon yang akan dimulai pada 2023,” kata Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna, 2 November.
Selain itu, Nyoman melanjutkan, untuk memperkuat penerapan prinsip ESG itu, pihaknya akan menempatkan seluruh informasi mengenai skor ESG atau ESG Scoring perusahaan-perusahaan yang melantai di BEI dalam website IDX. Sehingga, mudah diakses.
“BEI juga berencana untuk memasang informasi tentang penilaian ESG di website dan semoga website ini dapat diakses mulai tahun ini,” kata Nyoman.
Khusus yang berkaitan dengan perdagangan karbon, PT Pertamina (Persero) telah menggandeng BEI untuk merealisasikannya. Langkah ini sekaligus mendukung program dekarbonisasi dan pencapaian target Net Zero Emission (NZE) Indonesia 2060.
Kerja sama ini dikukuhkan melalui penandatanganan nota kesepahaman antara Direktur Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha Pertamina Atep Salyadi Dariah Saputra dan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Iman Rachman di Bali, 18 Oktober 2022.
Baca juga: Percepat Transisi Energi, Erick Thohir Singgung Transformasi PLN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini