Adapun materi pelatihan mulai dari tahap pembuatan desain, produk, sampai pemasaran batik. Peserta juga dibekali dengan pengetahuan dan pemanfaatan teknologi dan digitalisasi.
"Secara DNA, memang ekonomi kreatif untuk fesyen, dalam hal ini batik, sudah ada. Yang kita coba latih, atau yang kita sebut peningkatan kapasitas ini adalah untuk membuka atau mendorong teman-teman (pelaku UMKM ekonomi kreatif) agar lebih berkreasi dan inovatif, di antaranya pertama, dari sisi desainnya," ujar Agustin.
Melalui pendampingan itu, para perajin batik diajak untuk membuka mindset untuk dapat berkreasi. Sebab biasanya mereka dibatasi oleh pakem yang sudah ada. "Kami juga mendorong pemanfaatan teknologi supaya desain lebih rapi," katanya.
Lalu dari sisi produksi, para perajin batik itu diharapkan mampu berinovasi mengembangkan produknya tidak lagi hanya berupa kain melainkan juga dapat dalam wujud produk turunannya, seperti pakaian, tas, dan lain sebagainya. Selain itu, para perajjn batik itu juga ditingkatkan kapasitasnya dalam pemasaran produk.
Agustin mengungkapkan selama ini pemasaran batik di kawasan wisata itu hanya mengandalkan pembeli yang datang berkunjung ke kawasan wisata itu. Ke depan, perajin diharapkan aktif memasarkan ke konsumen melalui digitalisasi marketing.
"Selama ini, produk mereka sudah masuk ke Jakarta, tapi secara tidak langsung. Dengan kemampuan digital marketing ini, harapannya akan semakin memperluas jangkauan pasarnya, dan perajin bisa langsung mencari dan menggaet konsumennya sendiri," ucap dia.
Sementara itu, program peningkatan kapasitas itu diikuti sebanyak 57 peserta. Awalnya tercatat ada 70 perajin batik. Namun setelah diseleksi, hanya sebanyak 57 pengrajin yang bertahan dan mengikuti pendampingan sampai selesai.
Baca juga: Seniman Ini Sebut Produk Seni Rupa Bisa Jadi Jaminan Utang Sebagai Aturan Absurd, Kenapa?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.