"Khususnya yang ingin kita turunkan adalah prevalensi merokok untuk anak dan remaja. Di RPJMN 2024, kita punya target prevalensi merokok anak dan remaja di level 8,7 persen," kata Febrio, Jumat 4 November 2022.
Pertimbangan tersebut pun mengacu pada konsumsi rokok yang merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin (12,21 persen masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen masyarakat pedesaan). Selain itu ada pertimbangan rokok yang sudah menjadi salah satu risiko peningkatan stunting dan kematian.
Berikutnya, Kemenkeu mempertimbangkan aspek industri yang berkaitan dengan keberlanjutan industri hasil tembakau, kesejahteraan tenaga kerja dan petani tembakau. Menurut Febrio, kenaikan tarif CHT ini akan berdampak kecil terhadap tenaga kerja di industri ini.
"Dampaknya bagi tenaga kerja itu minimal. Tapi terhadap konsumsi, itu kita harapkan turun karena prevalensi kita harapkan turun," tuturnya.
Aspek ketiga yang jadi pertimbangan pemerintah adalah dampak kebijakan terhadap penerimaan negara. "Kita lihat kenapa penerimaan CHT kita relatif cukup stabil dan tetap kuat dari tahun ke tahun, karena memang dalam konteks ini perokok itu masih bertambah," ucap Febrio.
Lalu, pemerintah juga mempertimbangkan aspek penanganan rokok ilegal. Mitigasi risiko dinilai penting dilakukan untuk mencegah peredaran produk rokok ilegal, sehingga ekosistem industri tembakau di dalam negeri dapat lebih sehat.
Ia mengklaim dalam beberapa tahun terakhir jumlah rokok ilegal yang beredar berhasil diturunkan cukup signifikan. Aparat penegak hukum di lapangan perlu dapatkan dukungan dan pemda juga gunakan aturan cukai rokok untuk mendorong penegakan hukum.
BISNIS | ANTARA
Baca juga: Bos Wismilak Meninggal, Ini Profil Willy Walla
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.