TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara menanggapi keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 10 persen. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti, tarif cukai itu sebetulnya bisa naik hingga 25 persen agar pengendalian konsumsi tembakau dapat lebih optimal.
“Awalnya kami berharap kenaikan cukai pada 2023 sebesar 25 persen,” kata Eva ketika dihubungi, Jumat, 4 November 2022.
Kementerian yang dipimpin oleh Budi Gunadi Sadikin itu menilai keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu dapat mendukung pengendalian konsumsi produk hasil tembakau di masyarakat. Menurut Eva, kenaikan tarif dan simplikasi CHT dapat mengurangi prevalensi merokok dan kematian dini, terutama di kalangan remaja. Semakin mahal harga rokok maka akan semakin tidak terjangkau oleh anak dan remaja.
Baca: Cukai Rokok 2023 dan 2024 Naik 10 Persen, Ini Kajian dan Pertimbangan Kemenkeu
Selain itu, tarif cukai yang tinggi akan memberikan tambahan penerimaan negara. Eva menyebutkan uang itu dapat digunakan untuk pendanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang mencakup pengobatan bagi penyakit akibat konsumsi rokok.
“Sebagian dari penerimaan cukai hasil tembakau juga dapat digunakan untuk pembiayaan program mitigasi bagi petani dan pekerja industri,” kata Eva.
Sebelumnya pemerintah memutuskan kenaikan tarif cukai berlaku berbeda untuk setiap golongannya. Cukai untuk sigaret kretek mesin (SKM) I dan II rata-rata naik antara 11,5 persen—11,75 persen, sigaret putih mesin (SPM) I dan II naik sekitar 11 persen, serta sigaret kretek tangan (SKT) rata-rata 5 persen.
Tak hanya itu, pemerintah juga mengerek cukai rokok elektrik 15 persen dan hasil pengolahan tembakau lainnya 6 persen. Per tahun hingga 2028 akan terjadi kenaikan dengan tarif tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan kenaikan tarif cukai sudah melalui berbagai pertimbangan. Sejumlah pertimbangan ini meliputi aspek kesehatan karena pemerintah sedang berupaya menurunkan prevalensi merokok anak dan remaja usia 10- 18 tahun menjadi sebesar 8,7 persen pada 2024, sesuai dengan RPJMN 2020-2024.
Selanjutnya: "Yang ingin kita turunkan adalah prevalensi merokok untuk anak dan ..."