TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan industri padat karya berpontensi terkena dampak paling besar bila resesi global terjadi.
Bahkan menurut Bhima, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya sudah terlihat dan diperkirakan akan terus berlanjut. "Ini yang perlu diwaspadai," ucapnya saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 29 Oktober 2022.
Ia pun menyarankan kepada pemerintah agar menambah bantuan subsidi upah (BSU) bagi para pekerja di sektor padat karya. Menurutnya penambahan BSU bisa menjadi salah satu cara untuk membantu meringankan pelaku industri padat karya. Ia menyarankan agar penambahannya bukan hanya soal besaran nominalnya, tapi juga jumlah penerimanya.
Bhima menjelaskan industri padat karya rentan terhadap ancaman resesi karena Indonesia mesih bergantung negara-negara tujuan ekspor tradisional, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Sementara akibat krisis global, terjadi pelemahan daya beli kawasan-kawasan tersebut. Alhasil, Indonesia juga mengalami pelemahan permintaan.
Di sisi lain, manufaktur tekstil di Indonesia berkaitan kuat dengan penjualan pakaian dari sejumlah merek internasional. Jadi ketika terjadi resesi di negara tujuan ekspor, kata Bhima, maka akan permintaan pasar pun akan melemah.
Sehingga selain kenaikan BSU, menurut Bhima, pemerintah harus mampu mengalihkan pasar ekspor sedang lesu ini ke pasar domestik. "Apalagi konsumsi masyarakat sebenarnya masih sangat besar," ucapnya.
Langkah itu juga perlu dibarengi dengan beberapa relaksasi, misalnya soal pajak pertambahan nilai (PPN). Menurut Bhima, pemerintah seharusnya bisa menurunkan tarif PPN supaya masyarakat kelas menengah tergerak untuk membeli produk dari industri padat karya, misalnya pakaian jadi.
Relaksasi lainnya yang bisa menahan tekanan itu adalah pemberian insentif untuk diskon tarif listrik bagi pelaku usaha padat karya. "Tekstil itu bisa diperbesar menjadi 50 persen misalkan. Itu bisa meringankan," tuturnya.
Terakhir, ia menyarankan agar pemerintah memberdayakan intelejen pasar untuk memetakan pasar-pasar ekspor alternatif, misalnya ke negara Timur Tengah. Sehingga, penurunan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa bisa ditanggulangi dengan mengalihkannya ke pasar domestik, maupun pasar alternatif yang dinilai tak terimbas resesi global.
Baca Juga: Industri Padat Karya Melemah, Ekonom Sarankan Pemerintah Beri Diskon Tarif Listrik 50 Persen