TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat ekspor Indonesia pada September 2022 sebesar US$ 24,8 miliar. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto menjelaskan ekspor Indonesia turun sebesar 10,99 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Dia menjelaskan ekspor non-migas melorot sebesar 10,31 persen. “Utamanya karena peran komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati HS 15 yang turun sebesar 31,91 persen,” ujar dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2022.
Kemudian komoditas pakaian dan aksesorisnya HS 61 juga mengalami penurunan 30,75 persen dan besi dan baja atau HS 72 turun sebesar 5,87 persen. Sedangkan ekspor migas turun 21,41 persen karena perubahan nilai ekspor untuk gas yang melorot 22,06 persen. Secara volume, ekspor juga turun 12,26 persen.
“Selain itu, hasil minyak ini juga turun 35,43 persen sementara volume ikut turun sebesar 21,40 persen,” ucap Setianto.
Menurut Setianto, jika dibandingkan dengan tahun lalu atau secara year on year, ekspor September 2022 ini mengalami peningkatan sebesar 20,28 persen. Ekspor migas naik 41,80 persen dan volumenya naik 10,51 persen, kemudian ekspor non-migas naik 19,26 persen dan volume juga meningkat 20,20 persen.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023, Ekonom: Bisnis yang Mengandalkan Pasar Domestik Masih Aman
Selanjutnya, Setianto menuturkan, pada September 2022 secara month to month, jika dilihat secara sektoral, seluruh kelompok mengalami penurunan kecuali pertambangan. Untuk migas, ekspor turun 21,41 persen didorong oleh melemahnya ekspor komoditas gas dan hasil minyak.
Kemudian untuk pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 8,65 persen secara month to month. “Ini utamanya didorong oleh komoditas sarang burung, kopi, rumput laut, ganggang lainnya, hasil hutan bukan kayu lainnya, serta tembakau,” tutur Setianto.
Sedangkan pertambangan meningkat 2,61 persen secara month to month. Peningkatan ini didorong oleh komoditas biji tembaga, lignit, bijih logam lainnya, bijih zirconium, niobium, tantalum, serta bijih besi.
Industri pengolahannya, kata Setianto, juga mengalami penurunan sebesar 14,24 persen secara month to month. “Utamanya didorong oleh komoditas minyak kelapa sawit, pakaian jadi atau konveksi dari tekstil, peralatan listrik, besi baja, serta kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian,” kata Setianto.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023, Ekonom: Bisnis yang Mengandalkan Pasar Domestik Masih Aman
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini