TEMPO.CO, Jakarta - Bursa saham Amerika Serikat atau Bursa AS ambrol pada akhir perdagangan Jumat, 14 Oktober 2022, waktu setempat. Jebloknya bursa saham terjadi setelah pasar merespons laporan proyeksi inflasi AS tahun depan naik untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan terakhir.
Data Blooomberg pada Sabtu, 15 Oktober 2022, menunjukkan indeks Dow Jones Industrial Average ditutup anjlok 1,34 persen atau 403,89 poin ke 29.634,83, S&P 500 jatuh 2,37 persen atau 86,84, dan Nasdaq ambles 3,08 persen atau 327,76 poin ke 10.321,39. Adapun imbal hasil obligasi pemerintah AS naik, dengan tenor dua tahun naik kembali ke 4,5 persen.
Kondisi pasar saham yang berbalik melemah ini terjadi usai survei University of Michigan yang digelar pada awal Oktober ini menunjukkan ekspektasi inflasi AS tahun depan naik, begitu pun prospek jangka panjang turut merambat naik. Kenaikan ekspektasi inflasi tersebut berpotensi mengkhawatirkan karena The Federal Reserve atau The Fed diperkirakan bakal terus mempertahankan kebijakan moneter ketat dan menaikkan suku bunganya.
Baca: Bursa AS Kompak Menguat Meski Inflasi Meroket ke Level Tertinggi Sejak 1982, Sampai Kapan?
Pada sehari sebelumnya juga sudah ada data yang menunjukkan ukuran utama harga konsumen yang dipercepat pada September 2022 ke level tertinggi 40 tahun. "Kemarin Anda mengalami reli intraday yang luar biasa dan kuat yang sepenuhnya salah. Lalu Anda melihat rilis University of Michigan pagi ini yang konsisten dengan apa yang kita lihat dalam ekonomi, dan pasar saham sekarang turun,” kata kepala strategi pasar ekuitas di Federated Hermes, Phil Orlando.
Namun begitu, sejumlah perusahaan Amerika menawarkan beberapa titik cerah dengan saham bank-bank besar termasuk JPMorgan Chase & Co dan Wells Fargo & Co naik setelah melaporkan laba, sementara Morgan Stanley turun karena pendapatan perdagangan ekuitas mengecewakan. Adapun saham UnitedHealth Group Inc. naik setelah raksasa perawatan kesehatan itu mengalahkan perkiraan laba pada kuartal ketiga dan meningkatkan prospeknya untuk tahun ini.
Seperti diketahui, laporan keuangan emiten pada pekan depan akan memberikan petunjuk tentang kekuatan sejumlah perusahaan, termasuk Bank of America Corp., Goldman Sachs Group Inc., Johnson & Johnson, Netflix Inc., Tesla Inc. dan United Airlines Holdings Inc. Sementara sebelumnya para pejabat the Fed disebut-sebut bersiap menaikkan suku bunga lebih tinggi dari yang direncanakan sebelumnya.
Mary Daly dari The Fed San Francisco mengaku sangat mendukung kenaikan suku bunga ke kisaran 4,5 persen dan 5 persen. Prakiraan yang dirilis bulan lalu menunjukkan tingkat suku bunga mencapai 4,4 persen pada akhir 2022 dan 4,6 persen tahun depan, atau naik dari kisaran target saat ini 3 persen menjadi 3,25.
Sementara itu, investor di pasar swap memprediksi kenaikan suku bunga selama seminggu terakhir setelah gaji yang kuat dan pembacaan inflasi yang panas. Adapun pasar diproyeksikan condong ke arah kenaikan jumbo berturut-turut pada dua pertemuan berikutnya dan tertinggi di atas 4,9 persen tahun depan.
Kepala Investasi dan Presiden First American Trust Jerry Braakman menyatakan banyak investor melihat inflasi untuk mendapatkan panduan tentang apa yang akan dilakukan The Fed. "Untuk menemukan posisi terbawah di pasar begitu Fed berputar,” ucapnya.
Sedangkan di Inggris, obligasi dan poundsterling jatuh pada akhir pekan ini. Bank of England mengakhiri pembelian obligasi daruratnya pada Jumat. Setelah itu, imbal hasil obligasi tenor 30-tahun naik 23 basis poin pada 4,78 persen, setelah berayun dari penurunan lebih dari 30 basis poin sebelumnya.
Sentimen lain yang turut mempengaruhi bursa AS adalah harga minyak yang membukukan kerugian mingguan karena langkah-langkah memerangi inflasi dan permintaan Cina yang diredam memperburuk prospek pasar. Hal tersebut kontradiktif dengan pembatasan pasokan pasokan minyak oleh OPEC dalam beberapa waktu ke depan.
BISNIS
Baca juga: Terkini Bisnis: OJK Yakin Indonesia Selamat dari Resesi, Sri Mulyani Ingin G20 Kompak Bersinergi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.