TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus rasuah senilai Rp 1 miliar pada Rabu 14 September 2022 lalu. Penetapan ini menuai protes dari pendukung Lukas di Jayapura. KPK kemudian menyebutkan kasus bisa dihentikan jika Lukas dapat membuktikan asal uang itu, misalnya punya tambang emas.
Kemudian pengacara Lukas Enembe menyebut, kliennya punya tambang emas. Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum Lukas, Stefanus Roy Rening, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 26 September 2022. Tambang tersebut ada di kampung Lukas di Tolikara Mamit. Kepada Roy, Lukas menjelaskan bahwa tambang emasnya sedang dalam proses perizinan. “Intinya bahwa Bapak punya,” kata dia.
Lalu, bolehkah perorangan memiliki tambang emas?
Baca Juga:
Mengutip laman esdm.go.id, kegiatan pertambangan diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau UU Minerba. Untuk lebih merinci pelaksanaan dari UU Minerba ini, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan PP tersebut, komoditas pertambangan dikelompokkan dalam 5 golongan, yaitu mineral radioaktif, antara lain radium, thorium, dan uranium. Mineral logam, antara lain emas dan tembaga. Mineral bukan logam, antara lain intan dan bentonit. Batuan, antara lain andesit, tanah liat, tanah urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, dan pasir urug. Serta Batubara, antara lain batuan aspal, batubara, dan gambut.
Ternyata perorangan dibolehkan memiliki tambang emas asalkan memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan atau WIUP. Sebelumnya izin usaha dapat diberikan oleh bupati atau wali kota maupun gubernur menurut kewilayahannya. Namun, berdasarkan PP terbaru Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, permohonan WIUP oleh setiap pihak badan usaha, koperasi atau perseorangan hanya dapat disampaikan kepada Menteri terkait.
Dalam pasal 8 PP tersebut dijelaskan bahwa usulan rencana penetapan WIUP dan WIUPK harus memuat tentang lokasi, luas dan batas, harga kompensasi data informasi, dan informasi penggunaan lahan. Usulan rencana penetapan WIUP dan WIUPK tersebut dikoordinasikan dengan gubernur dan instansi terkait dalam rangka permintaan rekomendasi WIUP dan WIUPK. Rekomendasi gubernur berisi informasi terkait pemanfaatan lahan dan karakteristik budaya masyarakat berdasarkan kearifan lokal, termasuk daya dukung lingkungan pada WIUP Mineral Logam, dan WIUP atau WIUPK Batubara.
Gubernur dalam memberikan rekomendasi harus mendapatkan rekomendasi dari bupati atau wali kota. Rekomendasi diberikan oleh bupati kepada pemohon dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi. Apabila bupati atau wali kota dalam jangka waktu tersebut tidak memberikan rekomendasi, dianggap menyetujui penetapan WIUP dan WIUPK. Selain itu, pemohon juga harus menyertakan rekomendasi dari instansi terkait tentang informasi mengenai pemanfaatan lahan pada WIUP dan WIUPK yang akan ditetapkan.
Selanjutnya Menteri ESDM dapat menetapkan WIUP mineral logam, WIUP batubara, WIUPK mineral logam, dan WIUPK batubara berdasarkan usulan Direktur Jenderal. Menteri dapat menolak usulan penetapan WIUP mineral logam dan WIUP batubara yang ditentukan oleh gubernur berdasarkan hasil evaluasi teknis dan ekonomi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal. WIUP mineral logam, WIUP batubara, WIUPK mineral logam, WIUPK batubara, WIUP mineral bukan logam, dan WIUP batuan yang telah ditetapkan oleh Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya merupakan kawasan peruntukan pertambangan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Wakil Ketua KPK Sebut Tambang Emas, Lukas Enembe Kemudian Mengaku Punya Tambang Emas
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.