TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero), Abdul Ghani menyatakan, PT Riset Perkebunan Nusantara, anak usaha dari Holding Perkebunan Nusantara, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah memiliki teknologi pengolahan minyak makan merah.
"Tetapi karena ini masih inisiasi teknologinya, maka tahap pertama kami buat di Sumatera Utara dulu," tuturnya di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta pada Senin, 22 Agustus 2022.
Produksi minyak makan merah itu akan dilaksanakan bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara III (Persero), Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ia berujar jika tahap pertama di Sumatera Utara sukses, maka nantinya proyek minyak makan merah akan dibawa ke pabrik kelapa sawit di seluruh Indonesia. Adapun jumlah pabrik mencapai 1.500.
"Kalau ini tercapai, nanti isu minyak goreng untuk masyarakat kecil itu tidak akan ada lagi bahkan bisa menyelesaikan masalah stunting," tuturnya.
Abdul menyebutkan teknologi itu pun telah didaftarkan hak patennya. Inovasi dari teknologi tersebut adalah penyederhanaan proses pembuatan minyak sehingga mudah digunakan. Ia juga berharap teknologi itu dapat menjadi upaya dan langkah baru dalam rangka pengentasan stunting sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Adapun soal keunggulan minyak makan merah, menurutnya minyak ini mengandung gizi lebih baik. Menurutnya, minyak makan merah mengandung beta karoten, vitamin A, dan vitamin E.
"Nah kan sekarang umumnya minyak goreng itu di-bleeching jadi akibatnya gizinya hilang, hanya fungsi menggoreng saja," kata dia.
Namun, ada persoalan yang perlu dihadapi agar dapat memasarkan produk minyak makan merah itu. Ia berkata minyak makan merah ini memiliki warnanya pekat seperti anggur merah. Sehingga, kata Abdul, masyarakat Indonesia perlu diedukasi.
Oleh karena itu, PTPN III akan bekerja sama dengan Universitas Sumatera Utara dan Universitas Gadjah Mada untuk mempelajari cara mensosialisasikan produk minyak makan merah agar diterima masyarakat.
Sementara itu, ia menekankan produksi minyak makan merah itu nantinya tidak boleh dimasukkan ke industri besar, melainkan dikelola oleh koperasi-koperasi petani sawit. "Dia bisa mengolah TBS nya menjadi CPO kemudian minyak goreng, sehingga petani menjadi lebih berdaulat dibandingkan beberapa saat ini, kan kita kasihan ketika harga CPO turun petani yang paling jadi korban," tuturnya.
Baca Juga: DED Pabrik Minyak Makan Merah Ditargetkan Selesai Pekan Kedua Agustus
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.